Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Dunia Sedang Tidak Baik-baik Saja, Kenapa Kecanduan Global pada Brand Mewah Terus Meningkat?



loading…

Kecanduan global terhadap brand mewah terus meningkat. Foto/X/@oxofocus

LONDON – Dari barang-barang desainer hingga prosedur kosmetik, kecanduan diam-diam terhadap kemewahan terus berkembang. Itu diungkapkan klinik kesehatan mental terkemuka Paracelsus Recovery.

Klinik kesehatan mental dan kecanduan yang berbasis di Zurich telah mendefinisikan sindrom baru yang semakin banyak ditemukan pada klien yang kecanduan barang-barang mewah sebagai “opulomania.”

Dunia Sedang Tidak Baik-baik Saja, Kenapa Kecanduan Global pada Brand Mewah Terus Meningkat?

1. Dipengaruhi Media Sosial

“Didorong oleh media sosial, akses merek global, dan akumulasi kekayaan yang cepat, garis antara pemanjaan yang sehat dan kompulsi psikologis semakin kabur,” kata Jan Gerber, Pendiri dan CEO Paracelsus Recovery dalam sebuah pernyataan, dilansir Al Jazeera.

Orang dewasa muda, pengusaha, influencer, dan bahkan pewaris bisnis keluarga tradisional semakin terlibat dalam pengejaran kemewahan yang konstan—mulai dari terapi belanja berlebihan dan koleksi mobil hingga perjalanan yang berlebihan dan prosedur kosmetik—untuk mengisi kekosongan internal, jelasnya.

“Baik klien datang kepada kami untuk trauma, kelelahan, depresi, atau penggunaan zat, ketergantungan pada barang mewah sebagai ukuran harga diri hampir selalu muncul. Ini bukan tentang tas desainer atau kapal pesiar—ini tentang mekanisme penanganan emosional yang tidak terkendali,” kata Gerber.

Baca Juga: Setelah Ancam Hancurkan Pangkalan AS dengan Rudal Qassem Basir, Iran Bantah Bantu Houthi

2. Jadi Simbol Pencapaian

Selama dua dekade terakhir, kemewahan telah berubah dari simbol pencapaian langka menjadi aspirasi yang dipasarkan secara luas.

LVMH, konglomerat mewah terbesar di dunia, adalah contoh yang mencolok.

Pada tahun 2005, perusahaan melaporkan pendapatan lebih dari $15 miliar. Pada tahun 2023, angka ini telah melonjak menjadi lebih dari USD97,4 miliar—peningkatan lebih dari 500 persen—dengan kapitalisasi pasarnya melampaui USD453 miliar.

Pertumbuhan eksplosif ini bukan sekadar kemenangan finansial; hal itu mencerminkan pergeseran budaya yang lebih dalam dalam cara kemewahan dipersepsikan dan dikonsumsi, kata Gerber.

3. Sumber Validasi Pribadi

Ketergantungan psikologis yang semakin besar pada identitas merek sebagai sumber validasi pribadi merupakan pendorong utama pertumbuhan itu, imbuhnya.

Kemewahan telah bergeser dari sekadar pemanjaan sesekali menjadi aspirasi gaya hidup yang konstan—yang sering kali disamarkan sebagai kesuksesan tetapi sangat terkait dengan pelarian emosional.

Sistem dopamin otak, yang berevolusi untuk mendukung kelangsungan hidup dengan mendorong motivasi, dibajak oleh antisipasi kemewahan yang konstan.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *