Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Saat Mobil Bensin Sekarat, Mobil Listrik Justru Pesta Pora


loading…

Mobil listrik mengalami pertumbuhan penjualan yang luar biasa di tengah lesunya pasar otomotif. Foto: BYD Indonesia

JAKARTA – Sebuah anomali yang membingungkan kini tengah terjadi di jantung industri otomotif Indonesia. Di saat pasar mobil secara keseluruhan sedang “sekarat”—terseok-seok akibat kenaikan pajak, suku bunga tinggi, dan daya beli yang lesu—segmen kendaraan listrik (EV) justru sedang berpesta pora dengan pertumbuhan yang menggila.

Laporan terbaru dari PwC, Electric Vehicle Sales Review Q1 – 2025, melukiskan sebuah “kisah dua pasar” yang sangat kontras. Di satu sisi, ada duka dari penjualan mobil konvensional yang terus menurun. Di sisi lain, ada euforia dari penjualan mobil listrik yang meroket hingga 152,5% pada kuartal pertama 2025, dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Ini bukan lagi sekadar tren. Ini adalah sebuah pergeseran tektonik yang dipaksakan oleh kebijakan pemerintah yang ambisius, namun meninggalkan sebuah pertanyaan besar: apakah pesta mobil listrik ini adalah sebuah fajar baru yang berkelanjutan, atau sekadar sebuah gelembung yang dipompa oleh insentif?

‘Karpet Merah’ dari Pemerintah

Ledakan penjualan EV di Indonesia memang tidak terjadi secara alami. Ini adalah hasil dari “karpet merah” yang digelar oleh pemerintah. Mulai dari pembebasan pajak barang mewah (PPnBM) 100% hingga pembebasan PPN, serangkaian “gula-gula” ini secara efektif membuat harga mobil listrik menjadi jauh lebih menarik.

Ambisi pemerintah pun tak main-main. Dengan bekal cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia menargetkan menjadi produsen baterai listrik terbesar ketiga di dunia pada 2027 dan memproduksi 600.000 unit EV secara domestik pada 2030.

Di Balik Pesta, Ada ‘Luka’ di Pasar Konvensional

Namun, di balik euforia elektrifikasi ini, ada “luka” yang menganga di pasar otomotif secara umum. Kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% pada Januari 2025 telah membuat harga kendaraan konvensional semakin mahal, memaksa konsumen untuk menahan diri.

Pasar kendaraan ringan secara keseluruhan telah mengalami tekanan selama dua tahun terakhir. Ketidakpastian ekonomi dan biaya pembiayaan yang tinggi membuat banyak keluarga lebih memilih untuk menunda pembelian mobil baru.

Sebuah Peluang di Tengah Badai

Meskipun kondisi pasar secara makro sedang tidak baik-baik saja, para ahli melihat segmen EV sebagai sebuah cahaya di tengah kegelapan.

Lukmanul Arsyad, PwC Indonesia Industry and Services Leader & Partner, mengatakan, “segmen EV tetap memiliki peluang positif, didorong oleh investasi langsung asing, kebijakan pajak yang menguntungkan, dan pengembangan infrastruktur seperti stasiun pengisian daya.”



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *