Masalah Jarak Tempuh, Pemilik Mobil Listrik di Indonesia Masih Khawatir Pergi Jauh



loading…

Stasiun pengisian daya mobil listrik. FOTO/ DOK SINDOnews

JAKARTA – Hasil survey yang dilakukan perusahaan penyedia data dan layanan riset, Populix, terhadap 350 responden, membuktikan dinamika pasar kendaraan listrik di Indonesia. Salah satunya adalah kekhawatiran mengenai jarak tempuh mobil listrik.

Survey tersebut melibatkan pengguna mobil listrik di Jabodetabek, Makassar, Bandung, Surabaya, dan Medan, pada rentang waktu 15-25 Maret 2024. Hasilnya, didapatkan sejumlah data penting yang berkaitan dengan karakteristik pengguna kendaraan listrik.

Salah satu yang didapatkan adalah pengguna mobil listrik masih ragu untuk bepergian jauh, meski produsen telah mengklaim kendaraan tersebut mampu menempuh jarak lebih dari 400 kilometer. Tapi, hasil survey membuktikan pengguna mobil listrik hanya memakai kendaraannya dengan jarak 100 kilometer.

“Kekhawatiran tentang baterai itu nomor satu. Hal tersebut berhubungan dengan kapasitas jarak tempuh. Jadi kadang kita khawatir dengan seberapa jauh mobil listrik bisa digunakan,” kata CEO & Co-Founder Populix, Timothy Astandu, di Jakarta Selatan, Kamis (6/6/2024).

Kekhawatiran itu dipicu dengan ketersediaan fasilitas pengisian daya baterai atau SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum). Jarak yang terlalu jauh dan minimnya SPKLU membuat pengguna kendaraan listrik enggan untuk bepergian jauh.

“Fasilitas atau infrastruktur kendaraan listrik, kalau kita tidak mengisi daya di rumah, pengguna masih khawatir dimana mencari SPKLU. Atau misalnya cari di maps, ternyata saat perjalanan tidak ada yang dekat,” ujar Timothy.

Hal ini, membuat pengguna mobil listrik hanya memakai kendaraannya sebagai mobilitas harian saja. Diakui Timothy, tidak banyak yang berani menggunakannya untuk perjalanan jarak jauh.

Temuan tersebut menunjukkan pengguna mobil listrik yang khawatir dengan sisa baterai selama perjalanan mencapai 65 persen dari total responden.Sementara yang khawatir atas kapasitas jarak tempuh mobil sebanyak 61 persen dan tidak semua bengkel menerima perbaikan meski kerusakan mobil non-listrik 49 persen.

Selain itu keterbatasan infrastruktur atau fasilitas pengisian daya mobil listrik juga menjadi perhatian tersendiri dari para responden (43 persen). Termasuk juga lokasi SPKLU yang masih sedikit dan jauh (42 persen).

Temuan lain yang ditemukan dari Populix adalah terkait pengisian daya kendaraan listrik. Hasilnya paling nyaman dilakukan di rumah (59 persen), sementara SPKLU hanya digunakan oleh 15 persen responden.

“Tujuan utama penggunaan mobil listrik saat ini meliputi mengunjungi teman atau keluarga (71 persen), perjalanan dalam kota (69 persen), berkerja (67 persen), antar-jemput teman atau keluarga (63 persen), dan belanja harian (60 persen),” ungkap Timothy.

Sedangkan mobil listrik yang paling banyak digunakan oleh para responden itu ialah Wuling (57 persen), Hyundai (24 persen), dan Toyota (9 persen). Namun, survey itu belum menyertakan BYD sebagai pendatang baru di Indonesia.

(wbs)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *