loading…
Sang raksasa elektronik lokal, Polytron, akhirnya secara resmi menekan tombol start untuk produksi massal mobil listriknya, Polytron G3+ dan G3. Foto: Polytron Indonesia
Namun, di balik gegap gempita peresmian produksi di Purwakarta ini, ada satu fakta strategis yang menarik sekaligus kritis: alih-alih membangun pabrik megah sendiri dari nol, Polytron memilih untuk “menumpang” di fasilitas manufaktur kontrak PT Handal Indonesia Motor (HIM). Sebuah strategi yang sangat identik dengan banyak merek mobil pendatang baru asal China.
Langkah ini sontak memicu perdebatan. Apakah ini sebuah manuver bisnis yang cerdik untuk menekan risiko dan mempercepat penetrasi pasar? Atau sebuah langkah “setengah hati” dari sebuah brand raksasa yang seolah enggan bertaruh sepenuhnya dengan membangun fasilitas produksi miliknya sendiri?
Berbeda di Jalur yang Sama: Klaim Kualitas Polytron
Polytron sadar betul akan persepsi ini. Karena itu, mereka berusaha keras untuk membuktikan bahwa meski “berbagi atap” dengan merek lain, proses mereka berbeda dan jauh lebih serius. Perusahaan mengklaim telah menanamkan investasi khusus yang tidak dilakukan oleh produsen lain di fasilitas yang sama.
Beberapa di antaranya adalah:
1. Satu-satunya dengan Dyno Test: Polytron mengklaim sebagai satu-satunya produsen di pabrik Handal yang berinvestasi pada mesin Dyno Test canggih untuk menguji performa mobil berpenggerak roda depan (FWD), belakang (RWD), hingga semua roda (AWD).
2. Tes Keamanan Berlapis: Mereka menerapkan empat titik pengujian keamanan kelistrikan—jumlah terbanyak di fasilitas tersebut—yang dilakukan secara berlapis di sepanjang lini produksi hingga sebelum mobil dikirim ke konsumen.