Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Haruskah Konsumen di Indonesia Was-was?



loading…

Di negara asalnya, China, perusahaan yang pernah digadang-gadang sebagai bintang baru ini dilaporkan berada di ambang kebangkrutan. Foto: Neta Indonesia

JAKARTA – Di tengah hiruk pikuk pameran otomotif dan janji-janji manis mobil listrik masa depan, sebuah drama kelam kini membayangi Neta Auto. Di negara asalnya, China, perusahaan yang pernah digadang-gadang sebagai bintang baru ini dilaporkan berada di ambang kebangkrutan, dengan karyawan yang marah menyerbu kantor untuk menuntut gaji yang tak kunjung dibayar.

Namun, di tengah badai krisis ini, Neta justru merilis sebuah pernyataan resmi yang sangat kontradiktif. Mereka mengumumkan rencana restrukturisasi besar-besaran, menjanjikan model-model baru, dan yang paling penting, mengklaim bahwa operasional bisnis mereka di luar negeri—termasuk di Indonesia—tidak akan terpengaruh.

Ini adalah sebuah paradoks yang membingungkan. Di satu sisi, ada gambar-gambar dramatis dari karyawan yang putus asa. Di sisi lain, ada janji manis dari manajemen. Lantas, mana yang harus dipercaya oleh para konsumen yang sudah terlanjur membeli mobil Neta di Indonesia? Haruskah mereka was-was, atau justru bisa lebih tenang?

‘Badai Sempurna’ di Kandang Sendiri

Krisis yang melanda Neta bukanlah isapan jempol. Laporan media menyebutkan perusahaan akan memulai proses reorganisasi kebangkrutan pada 12 Juni 2025. Ini adalah puncak dari serangkaian bencana yang telah menghantui mereka:

Arus Kas Macet: Hutang menumpuk, bahkan Shanghai Yuxing Advertising Co., Ltd. mengajukan gugatan pailit karena Neta berutang 5,31 juta yuan (sekitar Rp 11,6 miliar).

Gaji Tak Terbayar: Karyawan mengklaim belum menerima gaji sejak November tahun lalu.

Aset Dibekukan: Perintah pengadilan untuk membekukan rekening perusahaan afiliasi Neta hanya menemukan dana kurang dari 500 yuan (sekitar Rp 1,1 juta). Sebuah angka yang tragis dan menunjukkan betapa parahnya krisis likuiditas mereka.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *