PON XXI Ajang Seleksi Atlet Menuju Kompetisi Internasional



loading…

Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumatera Utara menjadi ajang seleksi penting dan persiapan bagi atlet-atlet Indonesia menghadapi kompetisi internasional / Foto: FMB9

Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumatera Utara menjadi ajang seleksi penting dan persiapan bagi atlet-atlet Indonesia menghadapi kompetisi internasional. Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Surono, menekankan peran strategis PON dalam mempersiapkan atlet menuju kompetisi multievent internasional seperti SEA Games, Asian Games, hingga Olimpiade.

“Yang terdekat, PON XXI Aceh-Sumatera Utara akan kita gunakan untuk seleksi SEA Games 2025 Thailand. Setelah itu akan ada Asian Games, juga Olimpade 2028 di Los Angeles,” tuturnya dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema ‘PON XXI Aceh-Sumut 2024: Momentum Persatuan dalam Kemajuan’,” Senin (29/7/2024).

Surono memaparkan, dengan 65 cabang olahraga yang dipertandingkan, PON XXI Aceh-Sumut menjadi ajang seleksi yang sangat komprehensif, meski ada beberapa cabor yang tidak bisa diikutsertakan ke event internasional. Saat ini Olimpiade di Paris, Prancis, mempertandingkan 33 cabang olahraga, sementara SEA Games mempertandingkan sekitar 40 cabang olahraga.

Dengan target jangka panjang untuk Olimpiade 2028-2030 dan harapan agar pencak silat dipertandingkan pada Olimpiade 2036, pembinaan atlet dilakukan secara sistematis. PON XXI Aceh-Sumut menjadi bagian penting dari strategi ini, membentuk fondasi bagi prestasi internasional Indonesia.

Melalui PON, potensi atlet dari berbagai daerah di Indonesia dapat teridentifikasi dengan jelas. Dari ajang ini, diharapkan muncul bakat-bakat berpotensi yang kemudian akan dibimbing untuk bisa masuk ke level yang lebih tinggi.

Pembinaan Olahraga Berkelanjutan

Surono mengakui bahwa untuk mencapai prestasi olahraga yang lebih tinggi, diperlukan pembinaan olahraga yang terstruktur dan berkelanjutan. Mulai dari pembinaan usia dini hingga pembinaan atlet elit, semua harus dilakukan secara sistematis dan terintegrasi.

Menurutnya, pembinaan atlet merupakan suatu sistem yang kompleks, melibatkan berbagai komponen mulai dari identifikasi bakat hingga partisipasi dalam ajang internasional. Agar sistem ini berjalan efektif, diperlukan sinkronisasi yang kuat antara pembinaan di tingkat provinsi dan nasional.

“Pembinaan atlet adalah sebuah investasi jangka panjang. Studi dan pengalaman menunjukkan bahwa untuk mencapai prestasi puncak, seorang atlet membutuhkan waktu minimal 10 tahun untuk menjalani proses pembinaan yang sistematis dan terukur,” papar dia.

Kemenpora sendiri telah merancang desain besar pembinaan atlet nasional dengan fokus pada pengembangan kluster olahraga unggulan di setiap daerah. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memperkuat basis sport science di Indonesia.

Ia melanjutkan, pihaknya juga telah mengidentifikasi sejumlah cabang olahraga unggulan yang memiliki potensi besar untuk meraih prestasi. Dalam pandangannya, setiap daerah memiliki olahraga unggulan yang dikembangkan berdasarkan spesifikasi lokal.

Surono memberikan contoh bagaimana atlet-atlet dayung dari Sulawesi Tenggara banyak yang berprestasi di tingkat Nasional, maupun atlet-atlet atletik dari kawasan Indonesia Timur.

Melalui program pemusatan latihan nasional (pelatnas) dan dukungan fasilitas yang memadai, diharapkan atlet-atlet di cabang olahraga unggulan dapat bersaing di level tertinggi.

Dengan pendekatan yang lebih sistematis dan berbasis data, diharapkan akan lahir atlet-atlet berprestasi yang dapat mengharumkan nama bangsa di kancah internasional.

(yov)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *