Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Target Penerimaan Meleset, Efisiensi Wajib



loading…

Candra Fajri Ananda, Staf Khusus Menteri Keuangan RI. Foto/Dok SindoNews

Candra Fajri Ananda. Staf Khusus Menkeu RI

PENERIMAAN negara merupakan salah satu komponen vital dalam mendukung pembangunan dan stabilitas ekonomi nasional. Setiap tahunnya, pemerintah menetapkan target pendapatan yang harus dicapai melalui berbagai sektor, seperti pajak, cukai, bea masuk/keluar, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Target ini bertujuan untuk memastikan bahwa kebutuhan pembiayaan negara, termasuk untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan berbagai program sosial lainnya, dapat terpenuhi. Sayangnya, pencapaian target tersebut sering kali menghadapi tantangan yang memengaruhi stabilitas fiskal negara. Faktor-faktor seperti kondisi ekonomi global, dinamika perdagangan internasional, serta tingkat kepatuhan wajib pajak turut memengaruhi kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan pendapatan yang telah ditargetkan.

Sepanjang tahun 2024, perekonomian global bergerak sangat dinamis, terutama dipengaruhi Elnino, meningkatnya tensi geopolitik, perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok, dinamika USA, pelemahan Eropa, pemilu di lebih dari 70 negara. Kondisi tersebut memicu fragmentasi, proteksionisme, terganggunya rantai pasok, voltilitas harga komoditas, tekanan terhadap inflasi, nilai tukar dan suku bunga serta stagnasi pertumbuhan ekonomi global.

Bayang-bayang gelap ekonomi dunia kian diperparah tatkala ketidakpastian arah kebijakan moneter global masih tetap tinggi, meski tekanan inflasi mereda dan suku bunga global mulai menurun. Alhasil, situasi tersebut mutlak memicu kerentanan rantai pasok dan gejolak pasar keuangan, terutama menimbulkan tekanan nilai tukar dan suku bunga di pasar negara berkembang. Meski demikian – di tengah ketidakpastian global – perekonomian Indonesia pada tahun 2024 tetap resilien, dengan pertumbuhan ekonomi tetap kuat, inflasi yang terkendali, surplus neraca perdagangan, serta tekanan nilai tukar dan suku bunga yang relatif moderat dibanding negara lain.

Pada perkembangannya, target penerimaan pajak, cukai, bea masuk/keluar, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Tahun 2024 yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak sepenuhnya tercapai. Meski pendapatan negara mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 2,1% dengan total realisasi Rp2.842,5 triliun, capaian tersebut masih berada di bawah ekspektasi.

Penerimaan perpajakan yang mencapai Rp2.232,7 triliun dan tumbuh 3,6% secara tahunan – tak lepas dari tantangan – khususnya dari Pajak Penghasilan (PPh) Badan yang mengalami penurunan akibat merosotnya profitabilitas sektor pertambangan batu bara dan industri kelapa sawit karena moderasi harga komoditas. Di sisi lain, penerimaan dari sektor kepabeanan dan cukai hanya mampu mencatatkan angka Rp300,2 triliun atau tumbuh 4,9% dibandingkan tahun sebelumnya.

Peningkatan ini didorong oleh aktivitas ekspor-impor, namun masih diwarnai oleh fenomena “downtrading” pada konsumsi hasil tembakau. Pun meski penerimaan dari bea keluar menunjukkan tren positif, namun bea masuk justru mengalami tekanan akibat pemanfaatan perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA) yang mengurangi tarif efektif. Begitu juga realisasi PNBP tahun 2024 yang tercatat mencapai Rp579,5 triliun atau 117,8% dari target APBN, namun masih menunjukkan tren kontraksi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Artinya, meskipun penerimaan negara tumbuh positif, tantangan ekonomi global yang penuh ketidakpastian membuat capaian tersebut belum optimal.

Tantangan Ekonomi 2025

Tahun 2025 diproyeksikan akan menjadi tahun yang penuh tantangan bagi pemerintah dalam mengamankan pendapatan negara, terutama di tengah berbagai faktor eksternal yang dapat memengaruhi kinerja ekonomi nasional. Pasalnya, di tahun 2025, situasi ekonomi global yang tidak menentu diperkirakan akan memberikan tantangan besar bagi pencapaian penerimaan negara Indonesia.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *