Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Skor Indikator Budaya Digital Masyarakat Indonesia Turun



loading…

Kemenkominfo menyebut literasi digital menentukan wajah dan tradisi sebuah bangsa. Foto/tangkapan layar

JAKARTA – Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki kekayaan budaya dan keragaman yang menjadi indentitas utamanya. Nilai-nilai toleransi, gotong royong, yang telah tertanam kuat dalam kehidupan bermasyarakat menjadi elemen penting yang harus terus dijaga dan dikembangkan di dunia digital.

Dunia digital yang sehat dan inklusif menjadi kunci dalam menciptakan ruang maya yang aman menghargai perbedaan dan mendorong dialog positif tentu harus dilakukan oleh semua masyarakat Indonesia. Itu sebabnya upaya menumbuhkan nilai-nilai toleransi di dunia digital harus terus dilakukan.

Jika merujuk data Indeks Literasi Digital Indonesia pada 2022, Indonesia berada di level 3,54 poin dari skala 1 sampai 5. Hal ini menandakan tingkat literasi digital masyarakat Indonesia masih dalam kategori sedang.

Meskipun ada peningkatan, dalam literasi digital skor indikator budaya digital justru alami penurunan, yang awalnya 3,9 menjadi 3,84 atau turun 0,06 poin. Hal ini menunjukan pentingnya pendekatan yang aplikatif dalam mengintegarsikan budaya digital.

Penurunan nilai toleransi budaya itu biasanya terjadi di media sosial yang kerap memberikan narasi-narasi negatif. Parahnya, algoritma ketertarikan membuat seseorang akan disuapi terus menerus dengan informasi tersebut.

Semua itu terungkap dalam Webinar Obral Obrol Literasi Digital (OOTD) bertajuk Etika Digital: Menjaga Tradisi, Merajut Inovasi yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Jumat, 20 September 2024.

“Di sisi lain teknologi juga menjadi kesempatan membuat kita terpecah. Dengan teknologi apalagi di media sosial kita bisa berinteraksi secara anonim yang membuat kita lebih berani. Algoritma di media sosial seperti informasi yang menggema. Ketika narasi-narasi yang didapat menjadi suatu yang negatif itu yang kemudian membuat kita terpolarisasi,” ujar Program Officer Asia Search for Common Ground, Gracia Satya Widi Respati, Sabtu (21/9/2024).

Namun jika teknologi digital dapat dimanfaatkan dengan baik nilai toleransi dan tradisi budaya yang menjadi wajah Indonesia dapat tersebar ke seluruh belahan dunia. Sebaliknya, jika warga Indonesia memiliki etika yang buruk maka perspektif dunia terhadap negeri ini juga akan menjadi tidak baik.

Director Paberik Soeraja Rakjat Rane Hafied mengatakan dalam kehidupan sehari-hari tak terkecuali ketika beraktivitas di dunia digital harus menerapkan nilai-nilai Pancasila untuk menunjukan wajah Indonesia yang sesungguhnya.

“Contoh yang paling gampang kita belajar dari sila-sila Pancasila bagaimana mencakup segalam macam aspek dan itu adalah budaya yang kita sepakati bersama sebagai orang Indonesia,” kata Rane.

Contoh pemanfaatan teknologi digital yang baik adalah mendunianya tradisi batik. Dunia kini meyakini batik adalah milik Indonesia. Hal itu disampaikan oleh Fariz P.Mursyid, Putra Batik Nusantara 2018 Community Empowerment Manager IAAPPBN 2024-2027.

“Saya rasa teknologi digital memang bisa membawa perubahan yang signifikan dalam kelestarian budaya Indonesia. Khususnya batik dengan adanya digitalisasi batik ini bisa jadi lebih mudah untuk diakses dan diperkenalkan secara global,” pungkasnya.

Teknologi digital bagaikan dua mata sisi pisau untuk menjaga tradisi dan harga diri sebuah bangsa. Jika literasi digital masyarakat suatu bangsa terbilang buruk, wajah bangsa tersebut lah yang turut akan tercoreng. Sebaliknya, jika kebudayaan sebuah bangsa dapat dijunjung tinggi, tak pelak bangsa tersebut akan dihormati.

(cip)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *