Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Selat Hormuz dan Pandora Geostrategis di Teluk Persia



loading…

Sampe L. Purba, Alumni Doktoral Universitas Pertahanan – Bidang Geostrategi Energi. Foto/SindoNews

Sampe L. Purba
Alumni Doktoral Universitas Pertahanan – Bidang Geostrategi Energi

DI tengah eskalasi konflik Iran–Israel yang terbaru, dunia kembali menoleh pada simpul vital bernama Selat Hormuz. Dalam teater geopolitik 2025, kawasan ini menjadi arena terbuka setelah serangan presisi militer Amerika Serikat terhadap tiga fasilitas nuklir utama Iran—Fordow, Natanz, dan Isfahan. Apa yang semula tampak sebagai respons taktis kini menjelma menjadi babak baru kontestasi kekuatan global. Selat Hormuz bukan lagi sekadar jalur maritim; ia adalah titik pertemuan antara strategi energi, supremasi militer, dan redefinisi kemitraan dunia.

Geografi Strategis dan Ketentuan Hukum Laut

Secara letak, Selat Hormuz merupakan muara dari Persian Gulf Sea—sebuah perairan tertutup yang dikelilingi oleh negara-negara Teluk seperti Arab Saudi, Kuwait, Qatar, UEA, Bahrain, dan Irak. Keseluruhan ekspor energi mereka, termasuk minyak dan gas, hanya memiliki satu pintu keluar: Selat Hormuz.

Selat ini membentang sekitar 154 km, dengan lebar tersempit sekitar 33 km, diapit oleh Iran dan Oman. Zona teritorial 12 mil laut dari masing-masing sisi menyebabkan tumpang tindih yurisdiksi dan minimnya ruang laut bebas (high seas). Berdasarkan UNCLOS 1982 Pasal 38 dan 44, Hormuz dikategorikan sebagai selat internasional yang tunduk pada prinsip transit passage—yang tidak bisa dibatasi bahkan dalam masa konflik bersenjata.

Ketergantungan Ekonomi dan Energi Global

Setiap hari, ±20,5 juta barel minyak melewati Hormuz—sekitar 30% dari perdagangan minyak laut dunia. Qatar menyalurkan 100% ekspor LNG-nya melalui jalur ini, menjadikannya ±20% dari pasar LNG global. Negara-negara seperti Arab Saudi, Irak, dan UEA juga sangat menggantungkan dirinya pada selat ini untuk ekspor energi mereka.

Sebanyak 84% pengiriman energi dari Hormuz menuju Asia, khususnya China, India, Jepang, dan Korea Selatan. Fakta ini menjadikan Selat Hormuz bukan hanya urat nadi Timur Tengah, tetapi denyut jantung sistem energi global.

Chokepoint Global dan Operasi Maritim



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *