Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Perbesar Kewenangan Jaksa, RUU Kejaksaan Dinilai Berbahaya bagi Demokrasi



loading…

Diskusi publik di UIN Sunan Ampel, Surabaya, Jumat (28/2/2025) menyoroti RUU Kejaksaan tentang penambahan wewenang jaksa yang dapat mengancam demokrasi. Foto/Dok. SINDOnews

SURABAYA Revisi UU Kejaksaan mendapat penolakan keras dari berbagai pihak. Alasannya revisi UU dinilai terlalu banyak penambahan kewenangan jaksa dan dapat membahayakan demokrasi Indonesia .

Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara UIN Sunan Ampel Surabaya Titik Triwulan Tutik mengatakan, penambahan kewenangan yang diatur dalam RUU Kejaksaan terlalu berlebihan. Ia bahkan menilai kewenangan itu menjadi terlalu powerfull hingga bertentangan dengan konstitusi atau UU.

“Perluasan kewenangan yang ada dalam RUU Kejaksaan terkesan sangat full power. Beberapa kewenangan jaksa bertentangan dengan Konstitusi dan banyak yang perlu untuk dikaji ulang,” katanya dalam diskusi publik di UIN Sunan Ampel, Surabaya, Jumat (28/2/2025).

Di sisi lain, Titik juga turut menyoroti kurangnya penguatan pengawasan yang tercantum dalam RUU Kejaksaan. Sebab dengan penambahan kewenangan yang begitu besar harusnya diikuti dengan penguatan mekanisme pengawasan. “RUU Kejaksaan harus mengatur mekanisme pengawasan yang kuat terhadap institusi Kejaksaan melalui Komisi Kejaksaan dan Komisi Etik ASN,” ujarnya.

Anggota Komisi Kejaksaan (periode 2019-2023) Bhatara Ibnu Reza menyoroti penyusunan RUU Kejaksaan yang sangat tertutup. Hal ini karena dilakukan pada 2021 ketika pandemi Covid-19 sedang berlangsung.

“Perubahan pertama UU Kejaksaan di 2021 tidak terdengar dan ramai di publik karena warga sedang sibuk menghadapi Covid-19 dan mengawal berbagai aturan seperti Omnibus Law UU Cipta Kerja,” jelasnya.

Celah itulah yang kemudian menurutnya digunakan untuk ‘menyusupkan’ berbagai penambahan kewenangan dalam RUU Kejaksaan. Salah satunya kewenangan intelijen Kejaksaan melakukan penyelidikan.
Padahal hal itu sangatlah menyalahi hakikat intelijen yang seharusnya bekerja di ruang-ruang yang rahasia dan tidak boleh bersentuhan langsung dengan objek.

Selain itu, peran dominus litis atau pengendali perkara juga disalahartikan dengan ingin menjadikan Kejaksaan sebagai central authority. Kondisi ini berbahaya karena tidak akan ada lagi mekanisme check and balances yang efektif serta rentan diselewengkan.

“Sangat rentan dan berpotensi digunakan sewenang-wenang. Termasuk juga akan terjadi tumpang tindih dan perebutan kewenangan dengan lembaga negara lain,” jelasnya.

Direktur Imparsial Ardi Manto menilai pembahasan RUU Kejaksaan yang dilakukan secara tertutup sangatlah berbahaya karena tidak transparan kepada publik. Kondisi itu juga diperparah dengan substansi RUU Kejaksaan yang dapat mengancam demokrasi, hukum, dan HAM karena adanya perluasan kewenangan.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *