Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Pemerintah Diyakini Mampu Tangkal Dampak Tarif Trump, Ini Syaratnya



loading…

Direktur Center for Inter-Religious Studies and Traditions (CFIRST) Arif Mirdjaja merespons kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia. Foto/Ist

JAKARTA – Direktur Center for Inter-Religious Studies and Traditions (CFIRST) Arif Mirdjaja merespons kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia. Dia menilai ada beberapa kebijakan pemerintah Indonesia yang tengah disasar AS, salah satunya kebijakan sertifikasi halal.

“National trade estimate report tertanggal 6 April 2025 dari pemerintah Amerika mengkritisi kebijakan sertifikasi halal yang ditetapkan dalam UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang kewajiban sertifikasi halal pada semua produk yang diperjualbelikan di indonesia, selain itu semua turunan produk UU Nomor 33/2014 tersebut juga mendapat perhatian,” ungkapnya kepada SindoNews, Selasa (8/4/2025).

Arif mengungkapkan bahwa kendati UU Nomor 33/2014 tentang produk halal itu bagian dari hak dan kemandirian sebuah negara, namun sejatinya kebijakan itu sudah diskriminatif. Menurutnya, seharusnya pemerintah melaporkan rencana pembentukan UU tersebut kepada komite WTO (World Trade Organization) tentang hambatan teknis perdagangan sebelum UU disahkan.

“Sehingga tidak mempersulit posisi indonesia dalam perdagangan internasional. Salah satu pertimbangan Amerika mengenakan sangsi tarif dengan indonesia adalah isu sertifikasi halal, ini ‘dianggap trade barrier’ yang membuat export Amerika defisit, kewajiban sertifikasi halal dianggap sebagai mempersulit produk amerika untuk masuk ke indonesia,” ungkapnya.

Untuk itu, Arif menyarankan pemerintah harus mulai merevisi UU tentang produk halal, juga Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Nomor 3/2023 yang mengatur tentang akreditasi lembaga sertifikasi halal (LPH) asing, di mana penilaian kesesuaian yang harus dilakukan oleh BPJPH, keberadaan lembaga sertifikasi halal ini menyebabkan hambatan teknis bagi produk AS.

Selain itu, mantan Aktivis 98 ini juga mengungkapkan bahwa pemerintahan Trump memiliki prioritas “America first”, sehingga negara-negara yang membuat ‘trade barrier’ yang dinilai merugikan Amerika harus diberi sangsi.

“Saya berharap pemerintah bisa membaca gejala dalam gejala bahwa sanksi tarif buat indonesia bukan murni tentang sangsi dagang, karena bertahun tahun trade dengan amerika export kita selalu surplus dan tidak pernah ada sangsi. Artinya ada alasan nonekonomi yang dilihat Amerika, karena kewajiban sertifikasi halal juga dianggap diskriminatif terhadap kelompok nonmuslim,” pungkasnya.

(rca)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *