RUANGBIBIR.COM – Majelis Ulama Indonesia (MUI) beserta Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah di Bali mengambil langkah tegas dengan mendesak pencopotan Arya Wedakarna dari posisinya sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Tuntutan ini muncul menyusul pernyataan kontroversial Arya yang menyinggung penggunaan hijab oleh muslimah.
Buntut Ucapan Arya wedakarna
Potongan pernyataan tersebut akhirnya viral di berbagai media sosial. Bahkan, Rio menyebut sekretariat DPD RI sudah memperbincangkan hal ini dan segera akan menindaklanjutinya
Perbandingan Ucapan Arya Wedakarna Dengan Ustad Felix Siauw
Ustad Felix Siauw terlihat mengolok-olok konsep Tuhan yang dianut oleh beberapa agama resmi di Indonesia didalam presentasinya mengenai alasan dirinya masuk kedalam agama yang dianutnya sekarang, Islam.Terlihat jelas didalam video yang diunggah melalui akun resmi Youtube Ustad Felix Siauw pada tanggal 11 Maret 2016 dengan judul “Mengapa Aku Memilih Islam” bahwa Ustad Felix Siauw melecehkan berbagai konsep Ke-Tuhanan di beberapa agama tanpa latar belakang pengetahuan yang cukup mengenai agama yang bersangkutan, bahkan menggabungkan sebuah konsep Dewa dengan konsep fiksi Kera Sakti untuk Agama Buddha.
dalam video itu Felix Siauw mengatakan Dewa Brahma, Krishna dan Siwa Bukanlah Tuhan dalam Presentasinya. Ustad Felix siauw Dianggap Menista Agama Hindu. “Apakah Dewa Brahma, Krishna dan Siwa adalah Tuhan, Bapak dan ibu sekalian? Tidak, ini bukan Tuhan. Kenapa ini bukan Tuhan? cam kan baik-baik, setiap yang punya bentuk seperti makhluk, dia tidak layak sebagai Tuhan. kenapa? karena makhluk terbatas, sedangkan Tuhan tidak terbatas. Kalau dia punya tangan kayak manusia, tangannya tangannya 4, kalau gitu kalau ada barangnya 8 gimana? tambah lagi tangannya? nah itu kemudian adalah keterbatasan, maka itu tidak lagi jadi Tuhan,” kata Felix Siauw
Perbandingan Ucapan Arya Wedakarna Dengan Ustad Abdul Somad
Ustaz Abdul Somad atau UAS diketahui menyinggung soal jin kafir di dalam salib pada video ceramahnya
Ramainya terkait hal itu, Ustaz Abdul Somad kembali menjelaskan terkait hal tersebut. Diungkap UAS, rekaman tersebut diambil di antara tahun 2015-2016. Di mana kajian tersebut merupakan kajian tertutup, dan merupakan jawaban atau responsnya terhadap pertanyaan dari salah satu jamaah yang hadir saat itu. “Kajian Subuh, kajian tertutup di masjid. Saya tidak ingat rekaman itu mungkin 2015-2016 tapi karena politik dan lain sebagainya sehingga didapat saya sendiri tak punya rekaman itu,” kata UAS
Lebih lanjut akibat insiden tersebut di tahun 2019 bulan Agustus, dia sempat dipanggil oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan kemudian menjelaskannya.
“Dan saya jelaskan di MUI bahwa saya menjelaskan pertanyaan panjang dan seterusnya dan sampai hari ini tentu sampai hari ini kita tidak bisa memaksa orang. ‘Aku tidak perlu menjelaskan diriku kepada musuhku karena dia tidak akan pernah berubah dan tidak perlu menjelaskan kepada sahabatku karena dia sudah terlanjur mencintaiku’. Jadi yang dilakukan klarifikasi setelah kita jelaskan melalui MUI pada 2019 kasus itu bulan Agustus,” kata UAS lebih lanjut.
Ustaz Somad Tegaskan Tak Perlu Minta Maaf Atas Perkataan di Salib ada Jin kafir
Ustaz Abdul Somad menegaskan dirinya tak perlu minta maaf atas kontroversi soal video salib yang beredar luas. Somad menegaskan yang dibicarakannya adalah soal akidah Islam, yang disampaikan di internal umat.
“Bahwa kemudian ada orang yang tersinggung, apakah saya musti meminta maaf… Contoh, dalam Islam dikatakan: Sesungguhnya, maaf, sesungguhnya, maaf, memang bunyi ayatnya begitu, sesungguhnya kafir lah orang yang mengatakan Allah itu tiga dalam satu, satu dalam tiga. Saya jelaskan itu di tengah umat Islam. Otomatis orang luar yang mendengar itu tersinggung atau tidak, tersinggung, apakah perlu saya minta maaf. Udah terjawab. Karena ajaran saya,” kata Somad dalam jumpa pers di Kantor MUI
“Kalau saya perlu minta maaf berarti ayat itu perlu dibuang, nauzubillah,” imbuhnya.
Somad mengatakan tak mungkin dia mengatur satu persatu prilaku umat yang menghadiri pengajiannya, termasuk melarang merekam dan menyebarkannya. Tak mungkin pula dia membuat perjanjian agar peserta pengajiannya tak merekam dan menyebarkannya.
“Saya di mana-mana ceramah tak mungkin saya tanya orang satu persatu, matikan hp matikan. Saya di mana-mana ceramah, hp orang hidup, orang merekam, tak bisa saya larang itu karena dia mau mendapat pengajian. Tak mungkin pula saya buat perjanjian semua yang mau masuk ke sini materai enam ribu, tak boleh disebarkan. Payah kali lah ceramah sekarang ini kalau begitu,” ujarnya.