Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

MK Tolak Gugatan soal Hadirkan Kotak Kosong Tak Hanya untuk Paslon Tunggal



loading…

MK menolak permohonan agar blank vote/kotak kosong tidak hanya diterapkan pada pilkada dengan pasangan calon (paslon) tunggal, tetapi juga diterapkan pada pemilihan yang diikuti lebih dari satu Paslon. FOTO/DOK.SINDOnews

JAKARTA Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Perkara Nomor 125/PUU-XXII/2024 yang pada pokoknya pemohon meminta agar blank vote/ kotak kosong tidak hanya diterapkan pada pilkada dengan pasangan calon (paslon) tunggal, tetapi juga diterapkan pada pemilihan yang diikuti lebih dari satu Paslon.

Ketua MK Suhartoyo menjelaskan, blank vote pada pemilihan calon tunggal di Indonesia sebenarnya jalan keluar terakhir demi menyelamatkan hak memilih warga negara yang terancam tidak dapat dipenuhi. Meskipun bukan merupakan pilihan yang ideal karena menghilangkan makna kompetisi dan kontestasi dalam pengertian yang sesungguhnya.

Maka, hal yang harus diutamakan adalah pemilihan dengan kompetisi yang sehat dengan lebih dari satu pasangan calon, sehingga tidak perlu ada blank vote sebagaimana pada calon tunggal.

“Dengan pertimbangan demikian, menurut Mahkamah dengan tidak adanya pilihan ‘blank vote’ dalam pemilihan kepala daerah dengan lebih dari satu pasangan calon tidak mengurangi hak memilih para Pemohon,” kata Suhartoyo dalam sidang pengucapan putusan pada di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta Pusat, Kamis (14/11/2024).

“Para Pemohon adalah pemilih yang telah terdaftar dalam DPT, sehingga jelas memiliki hak pilih yang tidak dapat dihalangi. Tidak ada hak pilih yang hilang atau terganggu dengan tidak adanya ‘blank vote’ pada pemilihan kepala daerah dengan lebih dari satu pasangan calon,” sambungnya.

Selain itu, menurut MK, memilih dan dipilih bukan merupakan kewajiban sehingga bagi pemilih yang menganggap tidak ada pasangan calon yang sesuai kehendaknya, tidak dapat dipaksakan untuk tetap memilih apalagi sampai dikenakan sanksi jika tidak memilih.

Dalam hal ini, tentu MK sama sekali tidak bermaksud mendorong masyarakat untuk tidak memilih atau melepaskan haknya dalam pemilihan kepala daerah, apalagi dengan alasan tidak ada calon yang dikehendaki dan tidak ada blank vote yang dapat dipilih.

karena dengan memilih maka masyarakat telah berpartisipasi aktif pada proses politik yang merupakan tanggung jawab bersama.

Sementara itu, MK menilai posita dan petitum permohonan para Pemohon terkait Pasal 107 ayat (1), Pasal 109 ayat (1) UU 10/2016 tentang Pilkada dan Pasal 10 ayat (2) UU 2/2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta menjadi tidak jelas atau kabur (obscuur).

Ketidakjelasan demikian berakibat permohonan para Pemohon terhadap kedua norma a quo tidak memenuhi syarat formal permohonan yang diatur dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b angka 3 Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021.

(abd)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *