Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

MK Perintahkan KPU Gelar Pilkada Ulang Paling Lambat Digelar 27 November 2025



loading…

MK memerintahkan kepada KPU untuk menggelar pilkada ulang paling lambat pada 27 November 2025. Foto/SINDOnews

JAKARTA Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menggelar pilkada ulang paling lambat pada 27 November 2025.

Hal itu menyusul keputusan MK yang mengabulkan gugatan dengan Nomor Perkara 126/PUU-XXII/2024, terkait kepastian waktu pilkada ulang jika sebuah daerah paslon tunggal kalah dengan kotak kosong. Dalam putusannya, MK memerintah KPU menggelar pilkada ulang paling lambat setahun setelah hari pencoblosan atau 27 November 2025.

Ketua MK Suhartoyo menyatakan Pasal 54D ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 I tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai.

“Pemilihan berikutnya dilaksanakan dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak hari pemungutan suara, dan kepala daerah/wakil kepala daerah yang terpilih berdasarkan hasil pemilihan berikutnya tersebut memegang masa jabatan sampai dilantiknya kepala daerah dan wakil kepala daerah hasil pemilihan serentak berikutnya, sepanjang tidak melebihi masa waktu 5 (lima) tahun sejak pelantikan,” ujar Ketua MK Suhartoyo di ruang siding, Kamis (14/11/2024).

Diketahui, dalan Pasal 54D ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 menyebutkan, pemilihan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diulang kembali pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan. MK menilai kalimat pemilu ulang ‘Tahun Berikutnya’ tak dimaknai secara satu kesatuan.

Adapun, Wakil Ketua MK Saldi Isra, menyampaikan kekhawatiran para pemohon terkait masa jabatan calon kepala daerah yang dimana dilaksanakan pemilu ulang. Sebab jika dilaksanakan pemilu ulang akan mengurangi masa jabatan kepala daerah.

“Berkaitan dengan kekhawatiran para Pemohon perihal ketiadaan ketentuan yang mengatur masa jabatan kepala daerah hasil pemilihan berikutnya pascapemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dengan 1 (satu) pasangan calon yang menyebabkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan pemilihan berikutnya, di mana dalam keadaan normal kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terpilih dari pemilihan kepala daerah serentak 2024 akan memangku jabatan selama 5 (lima) tahun,” kata Saldi.

“Sementara apabila dalam kondisi kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih dari pemilihan berikutnya yang diselenggarakan paling lambat pada tanggal 27 November 2025 tetap akan memegang jabatan selama 5 (lima) tahun, maka akan berpengaruh pada keserentakan pilkada secara nasional 2029,” sambungnya.

Namun, adanya pilkada ulang ini perlu juga dipikirkan perlindungan hukum bagi kepala daerah yang kurang menjabat dari 5 tahun.

“Berkenaan dengan pengurangan masa jabatan dimaksud, perlu dipikirkan perlindungan hukum bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah yang masa jabatannya tidak terpenuhi sampai dengan 5 (lima) tahun. Misalnya, perlindungan hukum dapat dilakukan dengan pemberian kompensasi sebagaimana diatur dalam I Pasal 202 UU 8/2015, atau dapat dirumuskan kompensasi dalam bentuk lain,” tandasnya.

(cip)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *