Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Miris! Nilai Kerugian Kasus Korupsi Lebih Besar daripada Jumlah Efisiensi Anggaran



loading…

Tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina saat tiba di Kejagung. DPR membandingkan besaran efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah dengan nilai fantastis korupsi di Pertamina. Foto: Dok SINDOnews

JAKARTA – Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo membandingkan besaran efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah saat ini dengan nilai fantastis kerugian negara akibat kasus korupsi yang baru terungkap belakangan ini. Miris, total efisiensi anggaran lebih kecil dengan nilai kerugian negara akibat korupsi.

“Sangat miris, saat pemerintah bekerja keras mewujudkan target efisiensi anggaran yang hanya Rp306 triliun, pengungkapan beberapa kasus korupsi yang baru justru memperlihatkan nilai kerugian negara yang luar biasa besarnya dan sulit diterima akal sehat,” ujar pria yang akrab disapa Bamsoet, Sabtu (1/3/2025).

Legislator Partai Golkar ini menyinggung sejumlah kasus korupsi yang baru terkuak belakangan ini seperti kasus anak perusahaan PT Pertamina (Persero) yang diperkirakan menyebabkan kerugian negara mencapai Rp968,5 triliun, kasus korupsi tata niaga timah yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp300 triliun, hingga kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang merugikan negara sebesar Rp16,8 triliun.

“Nilai korupsi era sekarang masuk skala triliunan rupiah. Bayangkan, sebuah kasus korupsi bisa mengakibatkan negara rugi hampir Rp1.000 triliun,” katanya.

Dia prihatin terhadap perkembangan pemberantasan korupsi di Indonesia yang belum menunjukkan hasil signifikan. Hal itu berbeda dengan skala kerugian negara yang ditimbulkan yang semakin meningkat.

“Sementara sepanjang periode 2020-2024, KPK hanya berhasil mengembalikan kerugian negara sebesar Rp2,5 triliun. Hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara upaya pemberantasan korupsi dan dampak kerugian negara yang terus meningkat,” ungkapnya.

Melihat kondisi tersebut, Bamsoet menyoroti pemberantasan korupsi di Indonesia masih terbilang sangat minim dari hasil pencapaian. “Terbukti dengan maraknya kasus korupsi yang semakin kompleks dan melibatkan jumlah kerugian negara semakin besar,” ujarnya.

Dengan nilai kerugian negara yang fantastis, dia meyakini kasus korupsi tersebut tidak hanya melibatkan satu atau dua oknum saja, tetapi dalam birokrasi korupsi dilakukan secara terorganisir dan berkelompok.

Bamsoet menyoroti lemahnya pengawasan internal di beberapa K/L yang dinilai sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya, khususnya terkait tugas, pokok, dan fungsi Inspektorat Jenderal (Itjen) dalam melakukan pengawasan internal.

Karena itu, pemerintah dan DPR perlu bersama-sama merumuskan strategi baru yang lebih efektif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. “Indonesia butuh strategi baru dalam pemberantasan korupsi, karena metode dan strategi yang diterapkan sekarang terbukti tidak efektif,” katanya.

(jon)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *