Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Maqdir Ismail Soroti RUU KUHAP yang Berpotensi Batasi Advokat Berpendapat di Luar Persidangan



loading…

Diskusi bertajuk Revisi KUHAP dan Ancaman Pidana: Ruang Baru Abuse of Power yang digelar oleh Ikatan Wartawan Hukum di Jakarta, Jumat (2/5/2025). Foto/Achmad Al Fiqri

JAKARTA – Ketua Umum Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Maqdir Ismail meminta agar Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ( RUU KUHAP ) tidak mengekang kebebasan advokat dalam menyampaikan pendapat di luar ruang persidangan, terutama terkait kasus-kasus tindak pidana korupsi. Ia menekankan bahwa pandangan yang disampaikan para advokat di luar pengadilan seharusnya dipahami sebagai bagian dari ruang diskusi yang sehat.

Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam forum diskusi bertajuk Revisi KUHAP dan Ancaman Pidana: Ruang Baru Abuse of Power yang digelar oleh Ikatan Wartawan Hukum di Jakarta, Jumat (2/5/2025).

Maqdir menyoroti bahwa dalam perkara korupsi, salah satu polemik yang kerap muncul adalah perbedaan dalam perhitungan kerugian negara antara versi penyidik—baik dari KPK maupun Kejaksaan Agung—yang kemudian tersebar luas di media.

Menurutnya, respons advokat berupa opini di ruang publik bertujuan mengoreksi informasi yang dianggap tidak akurat dari pihak penyidik. Ia menilai bahwa pandangan yang berseberangan dari para advokat seharusnya tidak dikategorikan sebagai bentuk menghambat proses penyidikan.

“Dalam draf RKUHAP, advokat dilarang menyampaikan opini atau pandangan di luar forum persidangan. Artinya, keterangan dari penyidik sebelum sidang tidak boleh ditantang atau dibantah,” ujar Maqdir.

Ia menilai ketentuan tersebut dapat memicu stigma negatif masyarakat terhadap seseorang yang baru berstatus sebagai tersangka atau terdakwa, bahkan sebelum proses pengadilan berlangsung. “Saya pikir ini tidak adil, dan mencerminkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia,” tegasnya.

Pembatasan tersebut tercantum dalam Pasal 142 ayat (3) huruf b dalam RUU KUHAP. Maqdir mendesak agar klausul itu tidak dilanjutkan, karena berpotensi menjadikan aktivitas advokasi advokat sebagai objek kriminalisasi.

(zik)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *