Makna Doktrin Unifikasi 15 Agustus Republik Korea



loading…

Lee Hana CEO Saesam, Organisasi yang Mendukung Adopsi Pembelot Korea Utara di Korea Selatan. Foto/SINDOnews

Lee Hana
CEO Saesam, Organisasi yang Mendukung Adopsi Pembelot Korea Utara di Korea Selatan

UPACARA Peringatan Hari Kemerdekaan Republik Korea ke-79 diadakan dengan megah pada 15 Agustus 2024 di Sejong Center for the Performing Arts, Seoul. Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol mendeklarasikan ‘Doktrin Unifikasi 15 Agustus.’

Deklarasi ini berisi tiga visi utama unifikasi, tiga strategi utama unifikasi, dan tujuh rencana aksi untuk strategi tersebut. Inti dari tiga visi utama unifikasi adalah ‘demokrasi liberal,’ dan inti dari strategi unifikasi adalah ‘perubahan pada rakyat Korea Utara.’

Meskipun ini merupakan kesempatan untuk merayakan Hari Kemerdekaan, Presiden Yoon membuat pernyataan yang menyentuh dalam pidatonya bahwa Hari Kemerdekaan yang sesungguhnya baru akan tercapai ketika nilai-nilai kebebasan terwujud bagi rakyat Korea Utara. Itulah hati seorang pemimpin yang benar-benar peduli dengan keluarganya yang jauh.

Kemerdekaan penuh akan tercapai ketika nilai-nilai kebebasan menyebar ke Korea Utara dan para budak dibebaskan. Tidak ada kebebasan di Korea Utara saat ini. Situasinya sangat buruk, sehingga sebagian warga Korea Utara secara terbuka mengeluh. Mereka berharap Korea Selatan segera menginvasi Korea Utara. Penduduk Korea Utara yang tertekan, atau seluruh negara, sangat berharap dan menantikan unifikasi.

Peningkatan HAM dan Perubahan Masyarakat Korut

Baru-baru ini, Kim Jong-un dari Korea Utara telah mengingkari konsep negara dan penyatuan, serta bahkan prestasi dan rezim kakeknya (Kim Il-sung) dan ayahnya (Kim Jong-il). Hal ini mengancam keamanan Semenanjung Korea dan menindas penduduk Korea Utara. Doktrin Unifikasi 15 Agustus berfokus pada peningkatan hak asasi manusia (HAM) di Korea Utara dan mengubah penduduknya dengan memperkenalkan kebijakan yang berbeda dari Formula Unifikasi Komunitas Nasional yang ada.

Kini, HAM di Korea Utara terancam dengan sangat serius. Hati saya hancur setelah membaca laporan media tentang situasi di sekitar Sungai Amnokgang, yang baru-baru ini dilanda banjir. Kim Il-sung pernah mengatakan bahwa masalah pangan adalah “dasar keberadaan nasional” dan bahwa keinginannya yang terbesar adalah memberi makan “nasi dengan sup daging” kepada rakyatnya. Namun warga Korea Utara masih berjuang melawan kelaparan yang semakin parah, jauh dari pemenuhan keinginan tersebut.

Kim Jong-un sangat menggemari apa yang disebut sebagai ‘politik kebajikan yang mulia,’ sebuah taktik politik “Menganggap Rakyat sebagai Surga.” Dia berpura-pura memperhatikan warganya dengan memegang tangan para perempuan kurus kering di tenda-tenda yang kehilangan rumah akibat banjir di wilayah Amnokgang.

Namun, di balik itu, dia menolak bantuan dari pemerintah Korea Selatan dan masyarakat internasional untuk menangani kerusakan parah akibat banjir tersebut. Ini menunjukkan sekilas gambaran tentang seorang diktator turun-temurun generasi ketiga yang menindas rakyat Korea Utara dengan politik bermuka dua.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *