Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Lembaga Pers Rentan Alami Kekerasan



loading…

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyebutu lembaga pers rentan mengalami kekerasan. Foto/SindoNews

JAKARTA – Dewan Pers dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendatangani nota kesepahaman atau MoU tentang Perlindungan Kerja Pers sebagai saksi dan atau korban tindak pidana dalam kerangka jaminan atas pelaksanaan Kemerdekaan Pers. Dewan Pers menyebut lembaga pers rentan mengalami berbagai bentuk tindak kekerasan dalam menjalankan profesinya.

“Lembaga Pers ada dua entitas, ada medianya dan ada jurnalisnya, keduanya rentan mengalami berbagai bentuk tindak kekerasan di dalam menjalankan profesinya. Hampir dalam satu keping mata uang dengan Komnas Perempuan, Komnas HAM, LPSK, dan lembaga-lembaga independen yang bekerja untuk memenuhi hak konstitusional warga masyarakat,” ujar Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu di Kebon Sirih, Jakarta Pusat pada Senin (5/5/2025).

Menurut Ninik, dalam konteks pers itu adalah hak untuk tahu sebagaimana dijamin dalam Pasal 28E. Maka, kerentanan sebagai institution defender, unwrite defender, seperti pekerja pers ini memang memerlukan dukungan penuh, baik dalam rangka mencari, mengolah, menyimpan, memproduksi, maupun menyebarkan berita.

Baca juga: Dewan Pers dan LPSK Teken MoU Perlindungan Kerja Pers

“Jadi, kalau Dewan Pers itu memang mandatnya sangat spesifik, hanya terkait dengan berita, termasuk berita yang didistribusikan di media sosial. Kalau kita perhatikan dari tahun ke tahun, angka para jurnalis dan media yang mengalami kekerasan itu justru bertambah,” tuturnya.

Ninik menerangkan, angka jurnalis dan media yang mengalami kekerasan itu bertambah, bentuknya pun semakin beragam. Hal itu tak lain karena ada media baru dengan cara digital, media sosial, AI, AI Generatif, dan mungkin akan datang atau akan muncul media model terbaru yang tentu juga memberikan kerentanan berbeda.

Baca juga: Trust Indonesia Desak Dewan Pers Tertibkan Media Abal-Abal yang Kerap Memeras

“Dalam konteks inilah sebagai Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang memang secara mandat memberikan dukungan dan perlindungan pada pers, maka dua entitas ini sungguh akan mendapatkan bentuk perlindungan, tentu (dengan) standar operasional prosedur (yang berlaku),” jelasnya.

Ninik mengungkap, pihaknya berharap betul dengan upaya bersama, dalam hal ini MoU, ke depan bisa membuat satuan tugas nasional perlindungan pada jurnalis atau pers yang didalamnya ada Komnas Perempuan dan LPSK. Diharapkan, ada suatu model terbaru dalam upaya mitigasi dan penanganan, yaitu pencegahan lebih sistematis, terintegrasi dalam standar kegiatan masing-masing lembaga yang ikut dalam upaya perlindungan tersebut.

“Dan untuk penanganan adalah percepatan karena percepatan ini menjadi suatu hal, ada yang ditangani tapi mandek dan ada yang tak ditangani, dan jumlah yang sekarang bertambah adalah jumlah kekerasan yang dilaporkan, yang belum tentu ditangani. Jadi, ada yang ditangani sampai proses penyelidikan setelah itu menguap karena berbagai hal. Bisa jadi karena proses pembuktiannya tak mudah karena digital, bisa jadi,” katanya.

Ninik berharap, LPSK bisa membantu pihaknya untuk memberikan perlindungan pada para pekerja pers tersebut. Bisa berbentuk perlindungan pada alat kerja, websitenya supaya tak dirusak, dilakukan doxing pada aktivitas pekerja pers, hingga isi handphone, seperti WhatsApp dan lain-lain.

(cip)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *