Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

KSAL Rapat Bahas Urgensi Keamanan Laut



loading…

Komisi I DPR menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali. Foto/Felldy Utama

JAKARTA – Komisi I DPR menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama Kepala Staf Angkatan Laut ( KSAL ) Laksamana TNI Muhammad Ali. Rapat ini digelar dalam rangka membahas terkait urgensi keamanan laut.

Wakil Ketua Komisi I DPR Ahmad Heryawan menyampaikan bahwa berdasarkan diplomasi hubungan Internasional, Indonesia saat ini dianggap belum memiliki Coast Guard . Menurut dia, Coast Guard yang kuat adalah berfungsi sebagai otoritas utama lembaga penegak hukum maritim.

“Ada Bakamla (Badan Keamanan Laut) yang kerap disalahartikan sebagai Coast Guard, belum memiliki kewenangan penyidikan secara penuh,” kata pria yang akrab disapa Aher saat membuka rapat.

Aher menyebut, fragmentasi kewenangan urusan kelautan saat ini terbagi ke dalam berbagai lembaga yang memiliki tugas dan fungsi masing-masing. Lembaga-lembaga itu di antaranya Polri, TNI AL, Bakamla, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Bea Cukai, hingga Kementerian Kelautan dan Kelautan.

Kendati demikian, kata dia, dari banyaknya lembaga tersebut, ternyata tidak adanya satu otoritas tunggal. Hal ini menyebabkan tumpang tindih kewenangan dalam menangani masalah maritim.

Dengan begitu, koordinasi penanganan pelanggaran menjadi lemah dan tidak efisien. Dia mengatakan, dengan banyaknya lembaga yang menangani urusan laut, bahan bakar yang diperlukan menjadi besar.

Padahal, lembaga-lembaga itu memiliki tugas yang saling terkait. “Kalau diefisienkan menjadi satu kelembagaan yang terpadu, tentu sangat baik secara ekonomi maupun hasil dari penjagaan pertahanan keamanan dan penegakan hukum,” ujarnya.

Legislator PKS itu memandang bahwa TNI AL adalah lembaga yang seharusnya paling pokok dalam menangani urusan kelautan, karena tugasnya bukan semata-mata urusan keamanan dan penegaoan hukum, melainkan juga penegakan kedaulatan negara.

“Untuk itu TNI AL perlu membangun hubungan antara seluruh stakeholder terkait keamanan laut dengan dibangun atas prinsip supportive and collaborative relationship,” pungkasnya.

(rca)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *