Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Kisah Pengamen yang Berubah Nasib Berkat Senyuman Jenderal Bintang 5



loading…

Presiden Soeharto dan AH Nasution merupakan penyandang pangkat Jenderal Bintang 5 di Indonesia. Soeharto memiliki julukan The Smiling General. FOTO/IST

JAKARTA – Munari Ari, seorang pengamen jalanan asal Bojonegoro, Jawa Timur, menjalani hari-harinya di sekitar Perempatan Bioskop Megaria, Jakarta. Setiap kali iring-iringan mobil Presiden Soeharto melintas, ia selalu memberi hormat dengan sikap sempurna.

Tindakan sederhana itu membawa perubahan besar dalam hidupnya. Setelah sebulan menunjukkan penghormatan tersebut, Presiden Soeharto membuka kaca mobil dan memberikan senyum kepada Munari. Dari pertemuan itu, hidup Munari pun berbalik arah, mengantarkannya dari kehidupan pengamen di trotoar menuju kesempatan baru yang mengubah takdirnya.

Munari Ari adalah seorang pengamen dengan wilayah kerja dari Perempatan Bioskop Megaria hingga depan Kampus Universitas Indonesia (UI) Salemba. Pria kelahiran Bojonegoro, Jawa Timur, 7 Mei 1964 itu menjalani hari-hari bersama kawan setianya, Herman Obos. Sejak pertengahan 1980-an, sebagai orang jalanan, Munari dan kawan-kawannya tak memiliki tempat tinggal tetap. Siang hari mereka bekerja di wilayahnya masing-masing dan ketika malam hari, mereka menumpang tidur di depan kamar mayat RSCM.

“Jam kerja saya adalah setiap kali lampu merah menyala dan mobil-mobil serentak berhenti,” kata Munari Ari dalam tulisan berjudul Hormat Pengamen dari Trotoar di buku Pak Harto The Untold Stories (2012), dikutip, Rabu (5/38/2025).

Karena setiap hari berada di Perempatan Bioskop Megaria, Munari hafal bahwa setiap Rabu dan Jumat di jam yang sama, selalu melintas iring-iringan mobil Presiden Soeharto. Dengan dikawal Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), Seoharto yang berpangkat Jenderal Bintang 5 itu menuju lapangan golf Rawamangun untuk berolahraga.

Sebelum matahari terbenam, iringan-iringan mobil itu kembali pulang. Suatu siang di tahun 1986, selepas salat Jumat, Munari dan Obos, bersiap di pinggir jalan. Keduanya tahu akan ada iring-iringan mobil presiden melintas. Sambil mengamati keadaan agar tidak diusir petugas keamanan, Munari dan Obos mencari tempat yang tepat.

Begitu iringan-iringan mobil Presiden Soeharto melintas, keduanya yang masing-masing menenteng gitar dan biola, langsung mengambil sikap sempurna dan memberi hormat. Setelah hitungan ketiga ‘upacara’ itu pun selesai seiring mobil-mobil tunggangan pejabat negara itu melintas tanpa bekas.

“Saya membayangkan penumpangnya, Pak Harto, yang sering saya lihat tersenyum dan berbicara akrab dengan rakyat melalui televisi. Saya sadar bahwa tidaklah mungkin saya memperdengarkan suara saya ke Pak Harto. Namun, keingingan saya untuk berinteraksi dengan beliau tidaklah surut. Saya yakin beliau tidak akan marah kepada saya,” kata Munari.

Sikap sempurna sambil hormat terus dilakukan Munari ketika iring-iringan mobil presiden melintas. Hingga sebulan kemudian, terjadilah keajaiban. Mobil berpelat nomor RI 1 itu berjalan makin pelan ketika mendekat posisi Munari dan Obos berdiri tegap. Tiba-tiba kaca jendela belakang mobil turun perlahan dan muncullah senyuman khas Pak Harto.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *