Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Ketua DPP Perindo Soroti Tantangan Berat Perempuan di Dunia Politik



loading…

Ketua DPP Partai Perindo Sri Gusni Febriasari dalam acara Monthly Talk Penguatan Keterwakilan dan Peran Perempuan pada Legislatif yang diselenggarakan oleh Iluni UI, dikutip dari kanal YouTube-nya, Sabtu (26/4/2025). FOTO/TANGKAPAN LAYAR

JAKARTA – Ketua DPP Partai Perindo Bidang Kesehatan Masyarakat, Sri Gusni Febriasari mengungkapkan, perempuan yang memilih jalur politik sebagai bentuk pengabdian masih memiliki tantangan berat. Menurutnya, politisi perempuan berhadapan dengan stigma dan stereotip.

“Karena pada dasarnya ketika akhirnya perempuan untuk memutuskan untuk berpolitik itu adalah sesuatu hal yang memang sangat berat ya, kayak gitu. Karena pertama, kita dihadapkan atau dibenturkan dengan stigma ataupun stereotyping bahwa perempuan itu tidak lebih mampu daripada laki-laki, kayak gitu. Itu yang pertama,” kata Sri Gusni dalam acara Monthly Talk ‘Penguatan Keterwakilan dan Peran Perempuan pada Legislatif’ yang diselenggarakan oleh Iluni Universitas Indonesia, dikutip dari YouTube Iluni UI, Sabtu (26/4/2025).

Sri Gusni juga menyoroti akar budaya patriarki sebagai hambatan sistemik yang masih mengakar kuat di masyarakat. Budaya ini kerap menghalangi perempuan untuk menjadi pemimpin atau bahkan sekadar menduduki posisi strategis.

“Lalu yang kedua, kita memang hidup ada di budaya patriarki yang sangat tinggi yang mungkin hari ini kita dihadapkan bahwa seorang perempuan bahkan tidak boleh memimpin seorang laki-laki ataupun menjadi seorang pemimpin, bukan pemimpin laki-laki. Jadi hal ini aja sudah menjadi tantangan terberat kita nih sebagai para perempuan-perempuan yang pada akhirnya memilih jalur politik sebagai jalur pengabdian kita, kayak gitu,” katanya.

Menurut Sri Gusni, langkah terbaik untuk melawan stigma tersebut adalah dengan menunjukkan hasil melalui kerja keras dan karya nyata.

“Pertanyaannya adalah sebenarnya bagaimana nih upaya kita untuk bisa membungkam stigma ataupun stereotyping yang ada? Itu memang, kalau hari ini cara terbaik untuk bisa menjawab atas stigma yang ada terhadap perempuan bahwa perempuan tidak boleh menjadi seorang pemimpin adalah lewat pertama adalah kerja keras, lalu yang kedua adalah karya nyata, kayak gitu,” katanya.

Pada kesempatan itu, Sri Gusni juga menyoroti bahwa perjuangan perempuan di politik tidak hanya soal masuk sebagai calon legislatif, tetapi juga soal terpilih dan berdaya guna. Di sinilah pentingnya affirmative action untuk keterwakilan perempuan minimal 30%, sebagaimana telah diatur secara konstitusional.

“Karena memang hari ini tantangan kita, memang pemerintah secara konstitusional sudah mengatur ya bahwa kita diberikan affirmative action untuk keterwakilan perempuan, yaitu sebanyak 30% yang memang hari ini kita belum mencapainya seperti itu,” katanya.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *