Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Kepala Daerah Tak Dilantik Bareng, Dimungkinkan Adanya Revisi UU Pemda



loading…

Dekan Fakultas Manajemen Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Halilul Khairi. Foto/Dok. SindoNews

JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri ( Kemendagri ) saat ini sedang mengkaji kemungkinan revisi UU No 28/2014 tentang Pemda dan UU No 10/2016 tentang Pilkada. Termasuk UU Pemilu.

Rencana revisi UU Pemda , UU Pilkada, dan UU Pemilu ini dimaksudkan agar bisa lebih menselaraskan visi dan program Presiden dengan para kepala daerah. Dekan Fakultas Manajemen Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri ( IPDN ) Halilul Khairi mengatakan, kajian revisi UU Pemda terkait pelaksanaan Pilkada dan Pemilu memang perlu dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk sinkronisasi program pemerintah pusat dengan pemerintahan daerah.

Dia mencontohkan, pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 masih menyisakan masalah. Selain tingginya biaya pelaksanaan pilkada, ternyata tidak semua kepala daerah bisa dilantik secara bersamaan.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menunjukkan adanya pelaksanaan pilkada ulang di sejumlah daerah. Selain masih adanya gugatan terkait pilkada di sejumlah daerah. Hal ini mengakibatkan ada kesenjangan waktu dan target yang ingin dicapai antara visi dan misi presiden terpilih dengan para kepala daerah terpilih.

“Apalagi pelaksanaan pilpres jeda waktunya cukup lama dengan pelaksanaan Pilkada 2024. Sehingga implementasi program pemerintah menjadi terdelay,” ujarnya.

Belum lagi APBN maupun APBD biasanya ditetapkan satu tahun sebelumnya. Sehingga dukungan anggaran menjadi masalah tersendiri. Terkait revisi UU Pemda, lanjut Halilul, memang ada ide soal pilkada tidak langsung. “Tapi ide pilkada tidak langsung ini memang perlu kita diskusi lebih dalam untung ruginya. Inilah yang masih perlu pengkajian mendalam,” ungkapnya.

(poe)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *