Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Jangan karena Like and Dislike



loading…

Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan anggota Perkumpulan Tenaga Pendamping Desa Indonesia (Pertepedesia) di ruang Komisi V DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/3/2025). Foto/Ist

JAKARTA – Polemik penghentian sepihak Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) terus bergulir. Wakil Ketua Komisi V DPR Syaiful Huda menilai pengelolaan TPP di Kementerian/Lembaga (K/L), termasuk Kemendes PDT, harus berdasarkan indikator Key Perfomence Indikator (KPI) yang jelas.

Hal itu ditegaskan Syaiful Huda saat dengan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan anggota Perkumpulan Tenaga Pendamping Desa Indonesia (Pertepedesia) di ruang Komisi V DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/3/2025).

Sedikitnya 100 perwakilan Pertepedesia dari seluruh Indonesia menyampaikan pandangan mereka atas aksi sepihak dari Kemendes PDT yang mengantung nasib mereka.

“Kami menilai pengelolaan tenaga profesional di kementerian/lembaga tidak boleh hanya didasarkan pada persoalan suka dan tidak suka (like and dislike) tetapi harus didasarkan pada KPI yang jelas. Dengan demikian tujuan dari keberadaan tenaga profesional di K/L benar-benar optimal sesuai dengan tujuan keberadaan mereka,” kata Syaiful Huda.

Pria yang akrab disapa Huda ini menegaskan alasan jika penghentian TPP di lingkungan Kemendes PDT karena faktor pencalegan cenderung dibuat-buat. Menurutnya, tidak ada aturan yang melarang TPP sebagai tenaga profesional untuk maju menggunakan hak untuk dipilih dan memilih.

“Dari semua aspek legal, dilihat secara kronologis TPP yang maju caleg tidak ada yang dilanggar secara hukum, tidak ada sengketa Pemilu yang dipicu oleh TPP. Tidak ada teguran Bawaslu maupun KPU terkait dugaan pelanggaran oleh TPP saat maju caleg,” ujarnya.

Bahkan dari laporan TPP, lanjut Huda, ada respondensi antara KPU dan Kemendes PDT yang menegaskan jika tidak ada masalah jika pendamping desa maju sebagai caleg dalam Pemilu 2024. Menurutnya, hal itu membuat TPP merasa tidak ada beban saat maju menjadi caleg.

“Lalu tiba-tiba sekarang mereka dipersoalkan bahkan diberhentikan gara-gara mereka nyaleg. Padahal mayoritas mereka adalah TPP dengan masa kerja dan pengalaman panjang yang ingin memajukan desa-desa dampingan mereka dengan menjadi anggota legislatif,” katanya.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *