Istitha’ah Kesehatan Haji



loading…

Akh. Muzakki, Guru Besar dan Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya dan Anggota Tim Monitoring dan Evaluasi Haji 2024. Foto/Istimewa

Akh. Muzakki
Guru Besar dan Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya;
Anggota Tim Monitoring dan Evaluasi Haji 2024

KALIMAT “Jangan sepelekan istitha’ah kesehatan haji” adalah pesan penting di balik kebijakan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas tentang persyaratan pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih). Kebijakan dimaksud, mudahnya, bisa dirumuskan begini: “Istitha’ah kesehatan dulu, baru pelunasan ongkos haji.” Dan bukan “pelunasan ongkos haji dulu, baru istitha’ah kesehatan.”

Begitu pentingnya kesehatan bagi ibadah haji hingga istitha’ah pun kini dalam kebijakan pemerintah RI menjadi kriteria penentu indikator kemampuan diri calon jemaah haji. Itu artinya, dari awal sekali, calon jemaah haji sudah harus menghitung kondisi kesehatan diri sebagai syarat untuk sekadar menjadi calon jemaah haji (CJH).

Maka, kepergian haji ke Arab Saudi tak akan bisa dipenuhi jika perihal kesehatannya tak memenuhi ketentuan istitha’ah itu. Menabung finansial memang penting agar bisa memenuhi minimal biaya haji. Tapi berinvestasi di kesehatan diri adalah mutlak sekali.

Kata “investasi” ini berarti ada kehendak kuat di dalam diri seseorang untuk menjaga, mempertahankan dan meningkatkan kesehatan dirinya. Dan karena investasi, maka prosesnya panjang dan tidak instan.

Pengalaman penyelenggaraan haji dari tahun ke tahun membuktikan bahwa saat standar kesehatan makin diperketat, sukses haji pun makin meningkat. Ukuran sukses haji di sini selain keabsahan peribadatan haji adalah makin kecilnya jumlah jemaah haji yang mengalami masalah kesehatan berat.

Mulai dari yang menjalani rawat inap di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) hingga dilakukannya tindakan medis di rumah sakit Arab Saudi. Telaahnya adalah analisis perbandingan dari tahun satu ke tahun lainnya. Nah, tahun yang terakhir tentu harus lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.

Lihatlah laporan kesehatan haji tahun 1445 H/2024 M sebagai contoh konkret. Atas kebijakan “Istitha’ah kesehatan dulu, baru pelunasan ongkos haji” di atas, pengetatan standar istitha’ah dengan memunculkan kesehatan sebagai sebuah faktor penentu berdampak signifikan pada indeks kematian jemaah haji.

“Kalau tahun lalu yang wafat 74 orang, kini yang wafat 42 orang,” jelas dr. Enny kepada Mahmud Syaltut bersama Affan Razi dan Akh Muzakki selaku Tim Monitoring dan Evaluasi Haji 2024 di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI), Rabu (5 Juni 2024).

Dr. Enny sendiri adalah kepala KKHI Daerah Kerja Mekkah. Data itu adalah data sepuluh hari sebelum puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna) pada mjusim haji 1445 H/2024 M yang justeru menyita hebat tenaga jemaah haji.

Kini saat musim haji sudah memasuki tahap akhir dalam bentuk kepulangan jemaah haji Indonesia dari Arab Saudi ke tanah air, perbandingan angka kematian jemaah haji pasca Armuzna bagi musim haji 1444 H/2023 M dibanding musim haji sebelum-sebelumnya cukup signifikan.

Pada musim haji 1445 H/2024 M, hingga tulisan ini dibuat (02 Juni 2024) tercatat total-kumulatif masih dalam kisaran belasan di atas tiga ratus jemaah haji. Bandingkan dengan musim haji sebelumnya yang total mencapai angka di atas enam ratus.

Data di atas menunjukkan bahwa standar istitha’ah kesehatan melalui kebijakan “Istitha’ah kesehatan dulu, baru pelunasan ongkos haji” di atas sangat efektif. Standar kesehatan itu bisa menekan problem kematian jemaah haji Indonesia selama pelaksanaan haji di Arab Saudi. Jumlah jemaah haji yang masuk kategori kelompok risiko tinggi (risti) kesehatan makin menurun.

Maut memang kuasa Tuhan. Namun promosi kesehatan dan sekaligus pencegahan angka individu yang bermasalah dengan kesehatan harus dilakukan semaksimal mungkin oleh siapapun mereka. Nah, kriteria istitha’ah kesehatan itu instrumen penting untuk melihat suksesnya promosi kesehatan dimaksud.

Tentu jika ada praktik yang tidak benar dalam proses pemenuhan kriteria istitha’ah kesehatan di atas, masalah akan kembali kepada diri jemaah haji sendiri. “Ada seorang lelaki tua menyesal setelah mendapati isterinya meninggal dalam proses menjalani rangkaian ibadah haji di Arab Saudi,” cerita salah seorang pimpinan penyelenggara haji Indonesia siang itu.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *