Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Integritas



loading…

Candra Fajri Ananda, Staf Khusus Menteri Keuangan RI. Foto/Dok. SINDOnews

Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menkeu RI

INTEGRITAS merupakan nilai fundamental yang mencerminkan kejujuran, etika, dan tanggung jawab dalam menjalankan tugas serta wewenang. Pada konteks tata kelola pemerintahan dan sektor publik, integritas menjadi landasan utama dalam menciptakan sistem yang transparan dan bebas dari praktik penyimpangan.

Seseorang yang berintegritas akan bertindak sesuai dengan prinsip moral dan etika, meskipun tidak ada pengawasan eksternal. Oleh sebab itu, integritas bukan hanya menjadi standar perilaku individu, tetapi juga menjadi tolok ukur keberhasilan suatu institusi dalam membangun kepercayaan masyarakat.

Ironisnya, kenyataan di Indonesia menunjukkan bahwa masih banyak kasus korupsi yang mencerminkan rendahnya integritas di berbagai sektor. Berdasarkan laporan Transparency International, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2024 masih berada di angka 37 dari skala 0-100, yang menunjukkan tingkat korupsi masih tinggi, meskipun angka tersebut mengalami peningkatan tiga poin dibandingkan tahun sebelumnya.

Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mencatat bahwa sepanjang tahun 2023 telah terdapat lebih dari 1000 kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan berbagai kalangan, mulai dari pejabat pemerintah, anggota legislatif, hingga sektor swasta. Lebih mengkhawatirkan lagi, rendahnya integritas di kalangan aparat penegak hukum menjadi tantangan serius yang merusak kredibilitas lembaga peradilan.

Dalam kurun waktu 2004 hingga 2023, tercatat sebanyak 49 aparat penegak hukum, termasuk hakim, jaksa, dan polisi, terjerat kasus korupsi. Meskipun beberapa institusi telah menerapkan kebijakan Zona Integritas sebagai langkah pencegahan, kenyataannya angka kasus korupsi di kalangan penegak hukum masih tergolong tinggi.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai efektivitas kebijakan tersebut dalam mengurangi praktik korupsi di sektor peradilan. Fakta-fakta tersebut mengindikasikan bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia masih menghadapi tantangan besar yang tak mudah. Lemahnya integritas – terutama di lingkungan birokrasi dan penegak hukum – menunjukkan bahwa perbaikan sistem belum berjalan secara optimal.

Korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga memperlemah kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan. Salah satu penyebab utama maraknya korupsi adalah masih adanya celah dalam sistem birokrasi yang memungkinkan pejabat menyalahgunakan wewenang demi kepentingan pribadi atau kelompok.

Selain itu, budaya permisif terhadap praktik korupsi juga memperburuk keadaan, di mana masyarakat sering kali menganggap suap dan gratifikasi sebagai sesuatu yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa rendahnya integritas menjadi akar permasalahan utama yang harus segera diatasi.

Tanpa adanya komitmen untuk menegakkan integritas, segala bentuk kebijakan antikorupsi akan sulit membuahkan hasil yang optimal. Oleh sebab itu, diperlukan strategi yang lebih komprehensif dalam membangun budaya integritas, baik melalui pendidikan antikorupsi sejak dini, penerapan sistem pengawasan yang lebih ketat, serta penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi tanpa pandang bulu.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *