Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Esoterika Fellowship Masuk Kampus, Denny JA Soroti Relasi Agama, AI, dan Etika Publik



loading…

Denny JA saat membuka workshop Esoterika Fellowship Masuk Kampus yang digelar di Jakarta, 21–23 April 2025. FOTO/IST

JAKARTA – Sebanyak 25 dosen dari sembilan perguruan tinggi ternama di Indonesia mengikuti workshop Esoterika Fellowship Masuk Kampus yang digelar di Jakarta, 21-23 April 2025. Program ini bertujuan membangun peradaban baru berbasis spiritualitas lintas agama dan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI).

Perguruan tinggi yang turut ambil bagian antara lain UIN Bandung, Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR), Universitas Kristen Indonesia (UKI), IPMI International Business School, Universitas HKBP Nommensen (UHN), IAIN Cirebon, STABN Sriwijaya, President University, serta perwakilan akademisi dari Ambon. Peserta workshop terdiri dari 17 doktor, enam master, dan dua profesor lintas disiplin—filsafat, teologi, hingga sosiologi.

Workshop dibuka pidato visioner dari Denny JA, pelopor gerakan spiritual lintas iman dan penggagas Forum Esoterika. Dalam pidatonya, Denny menyatakan bahwa saat ini kita sedang memasuki bab pertama dari peradaban baru.

“Peradaban 2.0. Di era ini, Artificial Intelligence (AI) bukan lagi sekadar alat bantu, tetapi fondasi kehidupan manusia,” jelas Denny JA dalam pidatonya, Senin (21/4/2025).

Ia menjelaskan, pada peradaban baru ini agama tidak lagi hanya suara mimbar, tapi juga bisikan batin yang dibantu dipahami oleh kecerdasan buatan. Namun kemudian, pertanyaan besar muncul, mengapa di negara-negara yang sangat religius, justru korupsi lebih merajalela?

Denny JA memaparkan data menggemparkan dari Gallup Poll dan Transparency International yang menunjukkan paradoks global di mana negara-negara dengan masyarakat yang paling religius justru menempati peringkat terendah dalam kebersihan pemerintahan.

Sebaliknya, negara-negara Skandinavia yang religiositasnya rendah justru memimpin dalam integritas publik.

“Fenomena ini mengguncang nalar. Bukankah agama seharusnya menjadi sumber moralitas? Mengapa justru korupsi tumbuh di tengah doa-doa yang menggema?” papar Denny JA.

“Jawabannya mungkin terletak pada satu perbedaan mendasar, agama sebagai identitas kolektif versus agama sebagai sumber etika publik,” sambungnya.

Di banyak negara berkembang, agama telah bergeser fungsi, bukan lagi sumber laku etis di ruang publik, melainkan juga simbol kelompok, lambang politik, bahkan alat untuk mengeraskan batas “kami” dan “mereka.”



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *