Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Enggak Bisa Jaksa Salah Harus Minta Izin Jaksa Agung



loading…

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menolak rencana penambahan kewenangan bagi jaksa melalui Revisi Undang-Undang (RUU) Kejaksaan. Foto/Achmad Al Fiqri

JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menolak rencana penambahan kewenangan bagi jaksa melalui Revisi Undang-Undang (RUU) Kejaksaan. Dia menuturkan, salah satu materi RUU Kejaksaan yang menjadi sorotan yakni perlunya izin Jaksa Agung sebelum memeriksa jaksa yang diduga terlibat dalam kasus tindak pidana.

“Ada ide bahwa katanya kalau jaksa terlibat dalam tindak pidana tidak boleh langsung diperiksa polisi, harus izin Jaksa Agung. Tidak boleh begitu,” ujarnya dalam podcast Terus Terang dikutip, Kamis (20/2/2025).

Dia khawatir adanya penambahan kewenangan itu justru akan membuat jaksa semakin kebal hukum dan menjadi celah perlindungan bagi anggota bermasalah. “Harus izin Jaksa Agung, tidak boleh begitu, itu berarti nanti banyak main di situ,” jelasnya.

Dia pun menegaskan tidak boleh ada perlakuan khusus terhadap institusi penegakan hukum mana pun. Ia lantas mencontohkan apabila ada anggota polisi yang diduga terlibat korupsi, maka bisa langsung ditangkap dan diperiksa oleh kejaksaan.

Oleh karenanya, ia menilai hal serupa seharusnya juga bisa diterapkan bagi para jaksa yang terlibat dalam kasus tindak pidana. Khususnya dalam kasus tindak pidana umum yanh hanya bisa diusut oleh kepolisian.

“Kalau jaksa salah tapi harus minta izin Jaksa Agung, enggak bisa begitu. Kalau salah ya harus proses oleh polisi. Kalau kesalahannya tindak pidana umum harus polisi,” tuturnya.

“Meskipun jaksa ya harus diproses oleh polisi dong. Enggak usah minta izin Jaksa Agung, itu berlebihan. Sementara kita kejaksaan belum melihat ada jaminan bahwa itu akan baik ke depannya,” sambungnya.

Lebih lanjut, Mahfud menilai hubungan dan kewenangan antara aparat penegak hukum saat ini telah berjalan dengan baik. Oleh karenanya, ia menolak penambahan atau pengambil alihan kewenangan dari satu lembaga ke lembaga lainnya.

Ia khawatir apabila hal itu terwujud akan menyebabkan hubungan antar lembaga hukum menjadi tidak proporsional. Belum lagi, kata dia, tidak ada jaminan hal itu akan membuat penegakan hukum berjalan dengan baik.

“Kita harus proporsional saja. Sudah bagus sistem yang kita atur, hubungan tata kerja antar institusi penegak hukum itu, yang jelek itu pelaksanaannya, jangan diubah-ubah lagi,” pungkasnya.

(rca)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *