loading…
Staf Khusus Presiden Diaz Hendropriyono menyebut nuklir bisa menjadi opsi dalam upaya menurunkan emisi karbon. Sebab, biaya penggunaan energi nuklir cukup murah. Foto/istimewa
Hal itu disampaikan Diaz saat memberikan kuliah umum di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Diponegoro (Undip) yang mengangkat tema “Dangerous Humans: Towards Zero eMissions”.
Kuliah umum ini membahas bagaimana dampak pemanasan global dan perubahan iklim yang semakin sering dirasakan saat ini menuntut perubahan signifikan perilaku manusia serta dibutuhkan inovasi-inovasi agar aktivitas manusia menuju ke arah minim emisi.
Diaz menyebut upaya negara-negara merespons pemanasan global dengan target penurunan emisi masih belum cukup untuk mencapai target Perjanijan Paris. Untuk membatasi pemanasan global di tingkat 1,5o C atau setidaknya 2o C, setiap negara dibutuhkan untuk mengurangi emisi hingga 43%.
”Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki target di angka tersebut, di tengah banyak negara lain yang targetnya masih di bawah angka tersebut,” ujarnya, Rabu (14/8/2024).
Diaz menyampaikan persoalan biaya besar yang dibutuhkan negara-negara untuk transisi energi dan secara umum dalam upaya mencapai target penurunan emisi.
“Berbicara soal biaya penurunan emisi, nuklir tidak mahal dan nol emisi. Sebagai pembangkit listrik, harganya lebih murah dibanding PLTU dan bahkan catatan korban jiwa per-TWh yang disebabkan oleh pembangkit nuklir jauh lebih rendah. Jadi bisa saya katakan, nuklir aman, apalagi kalau kita bicaranya terkait tenaga nuklir dari thorium, bukan uranium, ataupun plutonium yang relatif lebih kontroversial,” katanya.
Saat ditanya terkait penurunan emisi di negara berkembang oleh seorang mahasiswa pascasarjana asal Pakistan. “Nuklir bisa jadi opsi,” jawab Diaz.
Rektor Universitas Diponegoro Suharnomo, mengapresiasi materi yang dipaparkan Diaz Hendropriyono. Menurut dia, tidak banyak tokoh muda nasional yang smart kaya beliau. Dan tidak banyak tokoh nasional muda yang berani masuk kampus, apalagi kampus Pasca Sarjana.
“Terima kasih ini acara yang sangat baik dan insight yang sangat luar biasa. Jadi kalau bicara tentang yang disampaikan Dangerous Humans tadi, saya rasa masuk ya. Banyak policy maker di kita itu sering terjadi cognitive dissonance. Pinginnya adalah talking hanya sustainability, tapi yang dilakukan adalah making profit,” ucapnya.
Kuliah Umum tersebut dihadiri Ketua Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Maryono, sebagai moderator, serta diikuti oleh ratusan mahasiswa dan mahasiswi termasuk di antaranya mahasiswa asing dari Pakistan dan Sudan.
(cip)