Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Dinilai Timbulkan Perpecahan, Polemik Lisensi Rumah Makan Minang Harus Dihentikan



loading…

Direktur Center for Inter-Religious Studies and Traditions (CFIRST), Arif Mirdjaja menanggapi polemik stiker lisensi Rumah Makan Minang yang diterbitkan oleh DPP Ikatan Keluarga Minang (IKM). FOTO/IST

JAKARTA – Belakangan ini muncul pro-kontra di masyarakat terkait polemik stiker lisensi Rumah Makan Minang yang diterbitkan oleh DPP Ikatan Keluarga Minang (IKM). Bahkan ormas tersebut diduga melakukan sweeping terhadap sejumlah rumah makan Minang seperti yang terjadi di Cirebon dan beberapa kota lainnya.

Direktur Center for Inter-Religious Studies and Traditions (CFIRST), Arif Mirdjaja pun ikut bersuara terkait aksi sweeping yang diduga dilakukan IKM.

“Yang pertama harus dipahami oleh masyarakat adalah bahwa IKM hanyalah sebatas ormas yang tidak memiliki otoritas untuk melarang ataupun memberi lisensi produk makanan tertentu,” ujarnya kepada MNC Portal, Jumat (8/11/2024).

Menurutnya, upaya pelarangan terhadap masyarakat yang hendak berjualan masakan tertentu tidak dapat dibenarkan, misalkan ada orang minang yang berjualan masakan melayu ataupun berjualan ikan bakar jimbaran maka orang tersebut bebas untuk menjualnya, untuk urusan rasa, biarkan masyarakat yang menilainya.

“Perlakuan sewenang-wenang dan pelarangan terhadap warung atau rumah makan justru akan membawa pretensi negatif terhadap organisasi-organisasi kemasyarakatan daerah dan bisa menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat. Sikap primordial bisa jadi batu sandungan dalam kehidupan sosial masyarakat yang sangat heterogen, sehingga memunculkan antipati terhadap suku tertentu,” ungkapnya.

Arif yang juga cucu dari Ulama dan Penerjemah Al quran, (Alm) Ilyas Bandaro Sati Jambek, mengungkapkan bahwa sebagai anak bangsa tentu semua pihak harus selalu membangun hubungan dan saling memahami keberagaman dan keunikan masing-masing daerah.

“Akulturasi budaya menjadi sangat penting, (langkah) IKM itu justru memunculkan sikap primordialisme yang sebenarnya sudah tidak pas dilihat diera modern,” tandasnya.

Sementara itu mantan Aktivis Forkot 98 asal Minangkabau Azwar furqudyama menekankan bahwa sweeping yang dilakukan oleh IKM tidak bisa dibenarkan dari sudut pandang manapun.

Baginya, masakan minang sudah tidak lagi eksklusif milik orang minang, tapi sudah jadi milik nasional. Selama ratusan tahun orang-orang minang merantau ke segala suku dan berhasil mengakulturasi budaya minang lewat produk kuliner.

“Orang jawa yang kulinernya cenderung manis mencintai kuliner minang yang pedas, tapi lidah mereka harus menyesuaikan, sehingga mereka menambahkan sedikit gula dan resep-resep lokal,” ujarnya.

Menurut Azwar, akulturasi ini justru memperkaya tradisi minang. Masakan minang yang asli juga berbeda-beda di setiap daerah Minangkabau, dan yang benar-benar asli hanya ada di Minangkabau.

“Kalau tertulis masakan padang, belum tentu yang jual orang padang, bisa juga yang jual orang painan. Jadi pemikiran-pemikiran sempit seperti yang dilakukan IKM seharusnya jangan di teruskan justru jadi bumerang dan memicu sentimen negatif terhadap kekayaan budaya Minangkabau,” katanya.

(abd)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *