Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Budaya sebagai Perekat Masyarakat Indonesia dan Belgia



loading…

Dr. Sidum Trio Indarto, Diplomat Ahli Madya pada KBRI Brussel. Foto/Istimewa

Dr. Sidum Trio Indarto
Diplomat Ahli Madya pada KBRI Brussel

INDONESIA dan Belgia baru saja merayakan 75 tahun hubungan diplomatik pada tahun 2024. Meskipun demikian, jejak sejarah persahabatan kedua negara telah ada sebelum Belgia membuka kantor perwakilan diplomatiknya di Jakarta pada tahun 1949.

Mohammad Hatta , menghadiri Konferensi the League Against Imperialism and Colonial Oppression di Brussel pada bulan Februari 1927 untuk menyuarakan kemerdekaan Indonesia kepada dunia internasional. Belgia kembali hadir dalam catatan sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia ketika menjadi salah satu anggota Komisi Tiga Negara untuk menengahi konflik antara Indonesia dan Belanda akibat agresi militer Belanda I pada 21 Juli 1947. Patut dicatat bahwa Belgia adalah salah satu negara Eropa pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia secara de jure pada tanggal 28 Desember 1949, sehari setelah penyerahan kedaulatan oleh Belanda kepada Republik Indonesia Serikat pada 27 Desember 1949.

Hubungan persahabatan yang cukup panjang di antara kedua negara telah berjalan dengan harmonis dan konstruktif. Pada tingkatan pemerintah, kedua negara telah mempunyai mekanisme konsultasi bilateral untuk membahas perkembangan hubungan bilateral kedua negara secara komprehensif. Selain itu, berbagai pertemuan antara pejabat tinggi kedua negara juga sering dilakukan untuk membahas kerja sama dalam berbagai isu yang menjadi kepentingan bersama.

Hubungan persahabatan kedua negara juga tampak dari kehadiran “wajah” Indonesia yang sangat mencolok di Pairi Daiza. Pada area Kingdom of Ganesha di Pairi Daiza, berdiri megah Candi Kurung (Flower Temple) dan Pura Agung Santi Bhuwana (salah satu Pura Hindu Bali terbesar di Eropa) yang dibangun dengan menggunakan batu dari Gunung Agung dan Gunung Merapi. Ornamen kedua bangunan tersebut diukir oleh para seniman Bali dan Jawa Tengah. Konon diperlukan sekitar 300 kontainer untuk membawa batu-batu yang digunakan untuk membangun kedua bangunan tersebut dari Indonesia. Selain Candi Kurung dan Pura Agung Santi Bhuwana, kita bisa menyaksikan stupa-stupa yang mirip dengan stupa Candi Borobudur, rumah adat Toraja, sawah teras siring dengan tanaman padi, orang utan, gajah Sumatera, dan komodo di Kingdom of Ganesha.

Kehadiran “wajah” Indonesia di Pairi Daiza tersebut berkat kecintaan Eric Domb, pendiri dan CEO Pairi Daiza serta Konsul Kehormatan Republik Indonesia untuk wilayah Wallonia, Belgia, kepada Indonesia. Ketika beliau masih anak-anak, orang tuanya mengajak Eric Domb mengunjungi Bali. Kunjungan tersebut sangat membekas di ingatan Eric Domb, sehingga beliau berkali-kali kembali mengunjungi Bali dan beberapa wilayah lain di Indonesia.

Kisah kedekatan masyarakat Belgia dengan Indonesia juga dibangun oleh Gabriel Laufer, yang sejak tahun 2013 memilih untuk tinggal di Indonesia. Gabriel, seorang musisi lulusan program Master di bidang Perkusi dari Royal Conservatory of Brussels, berkenalan dengan Gamelan Bali pada tahun 1996. Sejak saat itu Gabriel jatuh cinta dengan Gamelan Bali dan bergabung dengan kelompok Gamelan Bali KBRI Brussel yang diasuh oleh Made Wardana. Selain itu, Gabriel juga sangat menggemari Wayang Kulit, seni tari, dan musik tradisional Indonesia.

Selain Gabriel, cerita mengenai budaya yang menjembatani Indonesia dan Belgia juga ditunjukkan Fillippo Deorsola, warga negara Italia yang tinggal di Brussel. Pada bulan Oktober 2024, Fillippo dan band jazznya, Anaphora, mengerjakan proyek kolaborasi musik Jazz dengan kelompok Gamelan Sandhikala yang berada di Yogyakarta. Pengalaman Fillippo bersentuhan dengan gamelan membuatnya jatuh cinta pada gamelan sehingga bergabung dengan kelompok Gamelan KBRI Brussel. Fillippo juga mengajak teman-teman pemusiknya untuk bergabung dengan kelompok Gamelan KBRI Brussel.

Kembali pada perayaan 75 tahun hubungan persahabatan Indonesia dan Belgia, kita patut mengapresiasi upaya yang telah dilakukan oleh KBRI Brussel untuk memeriahkan perayaan tersebut dengan kegiatan Indonesia-Belgium Culture Festival yang diselenggarakan di beberapa kota Belgia. Festival tersebut bukan hanya memperkenalkan kekayaan seni dan budaya Indonesia, tetapi juga ragam kuliner Nusantara. Upaya untuk memperkenalkan Indonesia di Belgia secara intensif melalui festival budaya di berbagai kota sepanjang tahun 2024 perlu untuk terus ditingkatkan agar masyarakat lokal Belgia lebih mengenal Indonesia.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *