Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Berperan pada Program Asta Cita, Pemerintah Diminta Lindungi IHT



loading…

Industri Hasil Tembakau dinilai berperan pada Program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. FOTO/IST

JAKARTA – Ketua Umum Masyarakat Pemangku Kretek Indonesia (MPKI), Homaidi berpendapat, kedaulatan petani tembakau dan cengkih diganggu secara sistematis melalui intervensi legislasi. Di antaranya melalui produk hukum PP Nomor 28 Tahun 2024 Bagian Kedua Puluh Satu Pengamanan Zat Adiktif yang termuat dalam Pasal 429-463 dan aturan turunannya (Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan).

“Pemerintah ditekan untuk mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang merupakan representasi kekuatan global yang merongrong kedaulatan bangsa,” kata Homaidi dihubungi di Jakarta, Selasa (14/01/2025).

Ia menjelaskan, PP 28/2024 di antaranya mengatur pembatasan TAR dan nikotin, melarang bahan tambahan, dan penyeragaman kemasan yang tidak cocok diterapkan di Indonesia yang memiliki produk khas seperti kretek. “Dengan pelarangan bahan tambahan, akan membuat petani tembakau dan cengkih menjadi tidak terserap hasil panennya,” ujar Homaidi.

Menurutnya, Indonesia memiliki alasan kuat untuk tidak meratifikasi FCTC. Pertama, Indonesia memiliki kepentingan yang besar terhadap komoditas tembakau dan produk hasil tembakau.

“Pendapatan negara yang dipungut dari CHT tiap tahun ratusan triliunan, dan tahun 2024 realisasi CHT sebesar Rp216,9 triliun,” ujar Homaidi.

Kedua, industri kretek merupakan industri yang memberikan manfaat besar bagi rakyat Indonesia. Industri ini memiliki peran strategis baik dari sisi penerimaan negara maupun tenaga kerja karena bisa menyerap lebih dari 6 juta orang.

“Bisa kita bayangkan begitu besarnya orang yang terlibat dalam sektor industri kretek ini dan menggantungkan hidupnya dari sektor industri hasil tembakau,” imbuhnya.

Kepala Kajian dan Advokasi MPKI Agus Surono menambahkan, industri kretek sudah seharusnya mendapatkan perlindungan nyata dari pemerintah. Hal itu sejalan dengan visi misi Asta Cita pemerintahan Prabowo Subianto yang ingin mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan.

MPKI memberikan tiga rekomendasi urgen bagi pemerintah demi perlindungan industri kretek nasional. Pertama, perlu melakukan rembuk bersama dengan berbagai pemangku kepentingan secara berkesinambungan dalam rangka menentukan roadmap kebijakan IHT ke depan.

“Roadmap ini diharapkan bisa menjadi desain kebijakan yang menjadi penengah bagi berbagai kepentingan yang ada dan memberi kepastian bagi pelaku usaha di industri tembakau,” kata Agus Surono.

Kedua, menolak semua bentuk intervensi kepada pemerintah untuk mengaksesi FCTC. Saat ini klausul FCTC telah menginfiltrasi melalui beberapa regulasi atau kebijakan pemerintah yang mengancam kedaulatan nasional. Ketiga, melindungi industri kretek nasional dari semua bentuk gerakan dan konspirasi dari mana pun yang berupaya menghancurkan kedaulatan kretek nasional.

“Kretek adalah salah satu budaya Indonesia yang asli (iconic) dan tidak dimiliki negara lainnya. Sebagai warisan budaya Indonesia, sudah selayaknya kita melestarikan kretek menjadi budaya bangsa,” kata Agus Surono.

(abd)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *