Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Amnesty Internasional Indonesia Sebut Penangkapan Mahasiswi ITB Praktik Otoriter



loading…

Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyebut penangkapan mahasiswi ITB sebagai bentuk praktik otoriter aparat kepolisian. Foto/SindoNews

JAKARTA – Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid buka suara merespons penangkapan mahasiswi ITB buntut unggahan foto meme Presiden Prabowo Subianto dan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi). Amnesti menilai penangkapan ini merupakan sikap polisi yang melakukan praktik otoriter.

“Penangkapan mahasiswi tersebut sekali lagi menunjukkan bahwa polisi terus melakukan praktik-praktik otoriter dalam merepresi kebebasan berekspresi di ruang digital,” ucap Usman Hamid, Sabtu (10/5/2025).

Usman menilai polisi sedang melakukan kriminalisasi kebebasan berekspresi di ruang digital. Usman menilai ekpresi damai seberapapun bentuk ofensif bukanlah merupakan tindak pidana.

Baca juga: Mahasiswi FSRD Ditangkap Bareskrim Gegara Meme Prabowo-Jokowi, Begini Tanggapan ITB

“Ekspresi damai seberapa pun ofensif, baik melalui seni, termasuk satir dan meme politik, bukanlah merupakan tindak pidana. Respons Polri ini jelas merupakan bentuk kriminalisasi kebebasan berekspresi di ruang digital,” jelas dia.

Penangkapan mahasiswi ini juga dinilai bertentangan dengan semangat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru-baru ini dikeluarkan. Dalam putusan itu, Usman menilai keributan di media sosial tidak tergolong tindak pidana.

“Pembangkangan Polri atas putusan MK tersebut mencerminkan sikap otoriter aparat yang menerapkan respons yang represif di ruang publik,” tutur Usman.

Baca juga: Mahasiswi FSRD Ditangkap Bareskrim Polri Gara-gara Buat Meme Jokowi-Prabowo, KM ITB Angkat Bicara

Usman kembali menegaskan kebebasan berpendapat adalah hak yang dilindungi dalam hukum Hak Asasi Manusia (HAM) baik internasional maupun nasional. Meskipun kebebasan ini dapat dibatasi untuk melindungi reputasi orang lain, standar HAM internasional menganjurkan agar hal tersebut tidak dilakukan melalui pemidanaan.

“Lembaga negara sendiri termasuk Presiden bukanlah suatu entitas yang dilindungi reputasinya oleh hukum hak asasi manusia. Kriminalisasi di ruang ekspresi semacam ini justru akan menciptakan iklim ketakutan di masyarakat dan merupakan bentuk taktik kejam untuk membungkam kritik di ruang publik,” pungkasnya. (Jonathan Simanjuntak).

(cip)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *