Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Ambisi Kim Jong-un Membangun Pariwisata Korea Utara



loading…

Cha Du Hyeon, Peneliti Utama di Asan Institute for Policy Studies, Korea Selatan. Foto/Dok.Pribadi

Cha Du Hyeon
Peneliti Utama di Asan Institute for Policy Studies, Korea Selatan

PADA Oktober 2019, saat mengunjungi kawasan wisata Gunung Geumgang—yang dulunya dibangun dengan investasi Korea Selatan— pemimpin Korea Utara Kim Jong-un memerintahkan agar seluruh fasilitas milik Korea Selatan dihapus karena dianggap “kumuh dan tidak sedap dipandang.” Hal ini menunjukkan ambisinya untuk membangun sektor pariwisata dengan cara dan gaya Korea Utara sendiri.

Sejak itu, Korea Utara mulai aktif mengembangkan kawasan wisata seperti Wonsan-Galma di pesisir timur dan Samjiyeon di dekat Gunung Baekdu. Kedua wilayah ini telah diperiksa langsung oleh Kim pada Juli 2024.

Hal ini menegaskan bahwa pariwisata bukan hanya dianggap sebagai upaya menyelamatkan ekonomi, tapi sebagai pencapaian pembangunan nasional yang ingin diwariskan Kim, untuk membedakannya dari para pemimpin sebelumnya.

Untuk saat ini, wisatawan asing yang datang ke Korea Utara sebagian besar berasal dari China dan Rusia. China menjadi pasar terbesar. Misalnya pada 2018, sekitar 200.000 warga China berkunjung, mencakup 90% dari total wisatawan asing.

Korea Utara kini juga menjalin kerja sama dengan Rusia, termasuk meluncurkan kereta wisata dari Vladivostok ke kawasan Rason pada Mei ini.

Jika hubungan dengan Amerika Serikat (AS) membaik, maka Korea Utara bisa menarik lebih banyak wisatawan dari negara-negara Barat. Bahkan setelah KTT Korea Utara-AS tahun 2018, Presiden Donald Trump sempat memuji potensi pariwisata Korea Utara, terutama karena banyaknya wilayah pantai yang indah.

Citra Korea Utara sebagai negara tertutup (sering disebut “kerajaan pertapa”) justru bisa menjadi daya tarik tersendiri, apalagi dengan keindahan alam yang masih alami. Namun, sektor pariwisata di negara ini tetap sulit berkembang.

Mengapa? Kim Jong-un dan kepemimpinan Korea Utara perlu merenungkan mengapa meskipun ada potensi tersebut, sektor pariwisata mereka tidak maju. Pelajaran penting dapat diambil dari kasus kerja sama pariwisata antar-Korea di masa lalu, yang akhirnya tidak membuahkan hasil nyata.

Program wisata Korea Selatan ke Gunung Geumgang berlangsung dari November 1998 hingga Juli 2018 dihentikan. Begitu juga program wisata ke Gaesong berjalan dari Desember 2007 hingga November 2008 juga mandeg.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *