Akhiri Kasus Lansia Meninggal Dalam Kesendirian



loading…

Siti Napsiyah Ariefuzzaman, Dosen Prodi Kesejahteraan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Foto: Ist

Siti Napsiyah Ariefuzzaman
Dosen Prodi Kesejahteraan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

PADA pertengahan bulan Juli 2024, masyarakat mendapatkan berita tentang meninggalnya pasangan suami istri (pasutri) lansia , Hans Tomasoa (83) dan Rita Tomasoa (72) di Jonggol Kabupaten Bogor. Keduanya ditemukan warga dan polisi sudah dalam keadaan jasad membusuk. Dari penelusuran berita, polisi belum bisa menemukan penyebab meninggalnya pasangan lansia tersebut.

Kesaksian warga sebagaimana diwartakan oleh media, bahwa pasutri lansia tersebut tinggal hanya berdua. Tetangga tidak mengetahui keberadaan anak-anaknya. Yang mengurus keduanya selama ini menurut keterangan tetangga adalah jemaat gereja.

Meskipun ternyata menurut informasi, pasutri lansia ini memiliki tiga anak yang tinggal jauh dari mereka. Bahkan ketiga anaknya tersebut hingga kasus ditemukan orang tuanya wafat tidak ada satu pun yang datang.

Beberapa bulan berselang, diberitakan kasus pasutri lanjut usia berinisial BK (70) dan RB (65) ditemukan tewas di rumah mereka di Kompleks Metropolitan Cipondoh, Kota Tangerang. Kasus ini pertama kali terungkap pada Kamis (5/9/2024), ketika warga sekitar mendapati rumah pasutri tersebut terkunci dari dalam dan tidak ada aktivitas sejak akhir Agustus.

Setelah mendobrak pintu, warga menemukan kedua korban tewas di lokasi yang berbeda di dalam rumah. Jasad RB ditemukan di atas kasur, sedangkan jasad BK ditemukan tergeletak di ruang tamu dengan dua pisau di dekatnya.

Berdasarkan laporan ahli forensik, dimungkinkan terdapat tiga penyebab kematian pasangan lansia ini, yaitu bunuh diri bersama. Pembunuhan diikuti bunuh diri, atau pembunuhan dengan tujuan tertentu. Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel menyatakan bahwa jumlah luka yang tidak wajar tersebut dapat menjadi kunci pengungkapan kasus ini (2024).

Peristiwa tewasnya pasutri lansia tanpa didampingi keluarga mengundang berbagai tanggapan, dan komentar warganet yang mengarah pada anak-anak mereka. Mereka mengecam kepada anak-anak lansia mengapa tidak ada yang mengurus orang tuanya.

Tulisan ini membahas tentang bagaimana seharusnya dukungan sosial keluarga sebagai perawat utama bagi lansia? Bagaimana meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menjaga warga lansia di lingkungannya agar tidak wafat dalam kesendirian? Dan bagaimana seharusnya pemerintah melakukan upaya perlindungan bagi kesejahteraan lansia?

Lansia di Indonesia

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, persentase penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia sebesar 11,75 persen pada 2023. Angka ini naik 1,27 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2022) yaitu 10,48 persen. Berdasarkan jenis kelamin, terdapat 52,28 persen adalah lansia perempuan sedangkan laki-laki lansia adalah 47,72 persen (Dimas Bayu, 2024, dataindonesia.id).

Secara regulasi, Indonesia sudah menjamin kesejahteraan lansia melalui disahkannya Undang-undang No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Di jelaskan dalam UU ini bahwa lansia adalah individu yang telah mencapai usia 60 tahun atau lebih, memiliki ha katas pemenuhan kebutuhan dasar dan kesejahteraan sesuai dengan amanat undang-undang. UU ini menetapkan bahwa tanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan lansia dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, dan keluarga.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *