Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Waspada! Narsis Berlebihan Bisa Jadi Tanda Gangguan Jiwa



loading…

Kata narsis kini menjadi istilah umum di media sosial, menggambarkan orang yang gemar menampilkan dirinya. Narsis bisa berkembang menjadi gangguan jiwa. Foto/iStock Photo

JAKARTA – Kata narsis kini menjadi istilah umum di media sosial, menggambarkan orang yang gemar menampilkan dirinya secara berlebihan di dunia maya. Namun secara psikologis, narsis berbeda makna dan bahkan bisa berkembang menjadi gangguan jiwa jika tidak ditangani dengan tepat.

Meski terlihat sepele, dorongan terus-menerus untuk tampil dan mendapatkan validasi publik bisa berdampak pada kesehatan mental. Bahkan, dalam dunia psikologi, perilaku semacam ini bisa mengarah pada gangguan kepribadian narsistik atau Narcissistic Personality Disorder (NPD).

Apa Itu Narsis dan Bagaimana Asalnya?

Secara psikologis, narsis merujuk pada perilaku mencintai diri sendiri secara berlebihan hingga meragukan penilaian positif dari orang lain. Orang yang narsis kerap merasa dirinya paling benar dan hebat, yang mana pengakuan atas kehebatannya hanya boleh datang dari dirinya sendiri.

Istilah ini berasal dari mitologi Yunani, dari kisah tragis Narkissos, seorang pemuda yang terpesona pada bayangan dirinya sendiri di permukaan air hingga akhirnya tenggelam karena terlalu larut dalam kekaguman terhadap dirinya.

Konsep ini kemudian diangkat oleh Sigmund Freud, pelopor psikoanalisis modern, sebagai dasar pembentukan istilah “narsisme” dalam dunia psikologi.

Menurut psikologi, narsis merupakan sikap mencintai diri sendiri secara berlebihan dan membutuhkan pengakuan diri terus-menerus. Konsep ini berasal dari tokoh mitologi Yunani, Narkissos, yang akhirnya tenggelam karena terlalu terobsesi dengan bayangan dirinya sendiri.

Narsis Bukan Percaya Diri

Salah kaprah umum yang sering terjadi adalah menyamakan narsis dengan percaya diri. Padahal, keduanya sangat berbeda. Kepercayaan diri lahir dari pencapaian nyata, kerja keras, dan rasa syukur atas hasil yang diraih, serta tetap menghargai orang lain dalam prosesnya.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *