Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Peningkatan Pasien Gagal Ginjal Dorong Urgensi Penanganan dan Pencegahan Dini



loading…

Sepanjang tahun 2024, BPJS mencatat sebanyak 134.057 pasien gagal ginjal kronis menjalani cuci darah, yang menyebabkan biaya pengobatan hingga Rp11 triliun. Foto/The Well by Norhwell

JAKARTA – Sepanjang tahun 2024, BPJS mencatat sebanyak 134.057 pasien gagal ginjal kronis menjalani hemodialisa (cuci darah), yang menyebabkan biaya pengobatan membengkak hingga Rp11 triliun. Lonjakan ini menjadi alarm serius bagi sistem kesehatan Indonesia.

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) menyumbang 4,6 persen kematian global pada 2017, dan diperkirakan menjadi penyebab kematian kelima terbanyak di dunia pada 2040. Di Indonesia, prevalensi PGK tercatat 0,38 persen menurut Riskesdas 2018, dan jumlahnya terus meningkat setiap tahun.

Ketua Umum Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) Dr. dr. Pringgodigdo Nugroho, SpPD-KGH menegaskan pentingnya fungsi ginjal dalam tubuh dan menjelaskan bahwa PGK sering kali tidak terdeteksi hingga 90 persen fungsi ginjal telah rusak.

Penyebab utama PGK di Indonesia adalah hipertensi dan diabetes, yang sebenarnya bisa dicegah sejak dini. Ia juga menekankan pentingnya skrining PGK secara tertarget, karena penanganan sejak awal bisa memperlambat progres penyakit dan menghemat biaya besar untuk terapi pengganti ginjal seperti cuci darah.

“Beban global yang besar pada PGK menyebabkan skrining terhadap PGK penting dilakukan. Skrining tertarget dapat menurunkan biaya akibat PGK,” kata Dr. Pringgodigdo.

“Pengobatan PGK secara dini dapat memperlama onset seorang pasien untuk jatuh ke gagal ginjal sehingga penghematan biaya untuk terapi pengganti ginjal akan lebih banyak,” tambahnya.

Dukungan terhadap kesadaran masyarakat juga datang dari National Kidney Foundation (NKF) Indonesia, yang dipimpin Komjen Pol (Purn.) Suhardi Alius. Mereka berkomitmen untuk meningkatkan edukasi publik tentang kesehatan ginjal.

“NKF Indonesia hadir untuk ikut serta dalam menjaga ginjal sehat di Indonesia dengan salah satu tujuan dari NKF Indonesia adalah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesehatan ginjal dalam rangka mencegah dan mengobati penyakit ginjal,” jelas Suhardi.

Dalam kesempatan yang sama, praktisi kesehatan Budi Cahyono, Amd.Kep., CEPB.,C.PMM mengingatkan masyarakat untuk rajin minum air putih dan tidak menahan buang air kecil. Pasalnya, kebiasaan buruk tersebut bisa memicu terbentuknya batu ginjal dan gagal ginjal.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *