loading…
Salah satu sorotan dari COTTON USA Sustainability Forum 2025 adalah inovasi CIRCULARITY Study oleh CCI, yang dilakukan sepanjang 2023 dan 2024. Foto/istimewa
Studi ini menguji benang yang dibuat dengan campuran 20 persen limbah pasca-konsumen dan 30 persen limbah pra-konsumen, yang kemudian dicampur dengan kapas dari berbagai negara asal. Hasilnya, kapas asal Amerika Serikat secara konsisten menunjukkan performa unggul dibandingkan campuran lainnya, di mana kekuatan benang yang lebih tinggi, tingkat bulu serat yang lebih rendah dan kualitas kain yang sangat baik. Bahkan, saat dicampur dengan serat daur ulang.
Temuan ini sangat sejalan dengan strategi Uni Eropa untuk tekstil berkelanjutan dan sirkular yang menuntut produk tekstil yang tahan lama, dapat diperbaiki dan dapat didaur ulang. Dengan daya tahan, ketelusuran dan konsistensi kualitasnya, kapas asal Amerika Serikat menjadi pendorong kuat bagi merek-merek yang berupaya memenuhi target circularity global tanpa mengorbankan performa produk.
Forum yang dihelat di Sheraton Grand Jakarta Gandaria City Hotel dan dihadiri 218 peserta global ini juga menampilkan produk berbahan dasar kapas inovatif dari berbagai produsen ternama Indonesia dan internasional.
Beragam inovasi ini memperlihatkan betapa luasnya aplikasi kapas dalam memperpanjang siklus hidup produk secara sirkular, sekaligus menegaskan relevansi dan fleksibilitas kapas asal Amerika Serikat dalam pasar yang kini berorientasi pada keberlanjutan.
Dengan kehadiran yang kuat serta keterlibatan berbagai pemimpin industri, kantor sourcing, pabrik, merek, dan pakar keberlanjutan, COTTON USA Sustainability Forum 2025 kembali menegaskan posisinya sebagai platform utama untuk kolaborasi, berbagi wawasan, dan mendorong kemajuan menuju ekosistem tekstil yang lebih sirkular dan bertanggung jawab.
Mengusung tema “A Way Forward – Circularity,” forum ini menyoroti peran penting kapas asal Amerika Serikat dalam membangun masa depan industri yang lebih berkelanjutan, regeneratif dan sirkular, di mana semakin menguatnya perhatian global terhadap keberlanjutan dan circularity dalam industri tekstil, acara ini menjadi ruang yang tepat untuk membahas berbagai tantangan mendesak—khususnya dalam hal daur ulang tekstil.
Dengan diberlakukannya Waste Framework Directive dari Uni Eropa yang mengharuskan negara anggota untuk menerapkan sistem pengumpulan terpisah untuk tekstil bekas pada 2025, para pelaku industri kini menghadapi hambatan seperti kualitas serat, infrastruktur penyortiran, serta kapasitas teknologi daur ulang mekanis dan kimia yang terus berkembang.
Daur ulang mekanis kerap menghadapi kendala terkait panjang serat yang pendek dan riwayat material yang tidak konsisten, sehingga sulit menghasilkan produk berkualitas tinggi. Sementara, daur ulang kimia masih dalam tahap pengembangan dari segi skala produksi dan efisiensi biaya.
(dra)