Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

City of Love Perpaduan Musikal dan Sinema yang Menghadirkan Cinta Lebih Bermakna



loading…

Dalam momen penuh cinta yang bertepatan dengan Hari Valentine, pertunjukan musikal sinematik City of Love hadir untuk membawa kisah romansa yang sarat makna. Foto/Nurul Amanah

JAKARTA – Dalam momen penuh cinta yang bertepatan dengan Hari Valentine, pertunjukan musikal sinematik City of Love hadir untuk membawa kisah romansa yang sarat makna.

City of Love mengangkat sejarah Indonesia pada era 1930-an hingga 1950-an, dikemas dengan perjalanan cinta yang menghidupkan kembali nuansa masa lalu. Hanung Bramantyo, selaku sutradara, ingin menunjukkan bahwa sejarah tidak harus membosankan jika dipadukan dengan unsur romansa yang kuat.

Mengusung latar waktu 1930 hingga 1950, musikal sinematik ini menghadirkan detail yang sangat autentik, mulai dari kostum khas era tersebut, tata rias yang klasik, hingga desain panggung yang menawan. Penonton juga akan dimanjakan dengan orkestra megah yang dikomposisikan oleh Tohpati, yang dalam proyek ini untuk pertama kalinya berkolaborasi dengan Hanung Bramantyo.

Sebanyak 16 lagu pilihan turut mengisi musikal sinematik ini, termasuk Cinta, Anak Jalanan, Bagaikan Langit, Lagu Cinta, dan banyak lagi.

Tak hanya itu, pengalaman menonton City of Love semakin istimewa dengan penggunaan panggung berputar berdiameter 18 meter, serta enam sisi layar LED yang membawa penonton masuk lebih dalam ke dalam cerita. Ditambah lagi, layar raksasa di atas panggung semakin memperkuat efek imersif yang membuat pengalaman ini terasa spektakuler.

Berbagai elemen inovatif tersebut menjadikan City of Love mendapatkan apresiasi dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai pertunjukan panggung Indonesia dengan standar kelas dunia.

Musikal sinematik City of Love diproduksi oleh Warisan Budaya Indonesia Foundation, sebuah organisasi yang diketuai oleh Yanti Airlangga dan memiliki visi dalam pelestarian budaya.

Bagi Hanung Bramantyo, musikal ini juga memiliki arti khusus karena menjadi kesempatan baginya untuk kembali ke dunia teater, tempat ia pertama kali meniti karier sebelum terjun ke industri film.

Hanung menyebut proyek ini sebagai sesuatu yang sangat personal karena ia bisa menggabungkan dua dunianya, teater dan sinema dalam satu karya. Ia juga mengungkapkan rasa syukurnya atas kepercayaan yang diberikan oleh Warisan Budaya Indonesia Foundation untuk mewujudkan mimpi besar ini.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *