Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

BPOM Temukan Bakteri Berbahaya pada Jajanan China Latiao, Picu Keracunan



loading…

BPOM RI menemukan bakteri berbahaya bacillus cereus pada jajanan asal China, Latiao yang memicu kejadian luar biasa keracunan pangan (KLBKP) di tujuh daerah. Foto/Amazon

JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menemukan bakteri berbahaya bacillus cereus pada jajanan asal China, Latiao yang memicu kejadian luar biasa keracunan pangan (KLBKP) di tujuh daerah di Indonesia. Temuan ini berdasarkan hasil penelusuran dan pengujian sampel di laboratorium.

Produk berbahan dasar tepung ini diketahui mengakibatkan gejala keracunan seperti sakit perut, mual, dan muntah pada korban di wilayah Lampung, Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selatan, Bandung Barat, Pamekasan, dan Riau.

“Bakteri ini menghasilkan toksin yang menyebabkan gejala keracunan berupa sakit perut, pusing, mual, muntah, sesuai dengan laporan dari korban,” kata Kepala BPOM Taruna Ikrar dikutip dari kanal YouTube BPOM, Sabtu (2/11/2024).

Bakteri bacillus cereus yang ditemukan pada jajanan Latiao, dijelaskan Ikrar kemungkinan berasal dari bahan yang ada di dalam produk tersebut. Meski masuk kategori risiko rendah, bakteri tetap berkembang, yang menunjukkan adanya potensi kontaminasi dari bahan pangan di dalam kemasan.

Kondisi semakin diperparah dengan faktor lingkungan seperti suhu atau kurangnya sterilitas saat pengemasan. Ikrar mengimbau masyarakat untuk memperhatikan masa kedaluwarsa, kemasan, komposisi, dan izin edar pada produk pangan.

“Produk makanan itu ada dua, high risk dan low risk. Produk ini (Latiao), masuk kategori low risk, biasanya kalau low risk belum kadaluwarsa belum tumbuh (bakteri), tapi kenyataannya tumbuh bakteri. Kalau tumbuh bakteri sebetulnya berarti bisa jadi dari bahan pangan yang ada di dalam kemasan itu,” jelasnya.

“Didukung dengan aspek suhu udara atau sterilitas waktu dikemas akhirnya tumbuh. Buktinya saat kita ambil kemasan, kita buka kemasannya dan diambil (sampel) dari dalam, berarti sumbernya dari bahan itu,” sambungnya.

Ia juga meminta agar masyarakat segera membuang stok produk Latiao yang ada dan tidak mengonsumsinya guna mencegah risiko keracunan seperti yang terjadi di tujuh daerah di Indonesia. “Dibuang aja produk itu. Jangan dikonsumsi lagi, nanti akan menimbulkan risiko seperti tujuh lokasi di Indonesia,” sarannya.

BPOM segera menarik produk Latiao dari pasaran dan bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk menghapus produk tersebut dari platform daring, guna mencegah kasus serupa di daerah lain.

“Kami meminta kepada importir untuk melaporkan penarikan dan pemusnahan ini kepada Badan POM dan kami akan memantau kepatuhan mereka, sebagai langkah pencegahan,” tandasnya.

(dra)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *