Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Anak Muda Korea Selatan Semakin Takut Menikah dan Melahirkan



loading…

Anak muda Korea Selatan dilaporkan semakin takut menikah dan melahirkan meski mencatat sedikit peningkatan dalam angka kelahiran total pada 2024. Foto/Freepik

SEOUL – Anak muda Korea Selatan dilaporkan semakin takut menikah dan melahirkan meski mencatat sedikit peningkatan dalam angka kelahiran total pada 2024. Di negara tersebut, pernikahan dan melahirkan dikaitkan dengan emosi negatif seperti ketakutan, kesedihan, dan bahkan rasa jijik.

Hal ini terungkap dalam penelitian yang dilakukan oleh Korean Peninsula Population Institute for Future (KPPIF), sebuah lembaga penelitian kebijakan kependudukan nirlaba yang menganalisis sekitar 50.000 unggahan di platform komunitas tempat kerja, Blind terkait pernikahan, kelahiran anak, dan pengasuhan anak mencakup periode Desember 2017 hingga awal November 2024.

Dilansir dari Korea Times, Minggu (23/3/2025), dengan menggunakan pendekatan analisis frekuensi kata, tema, jejaring semantik, serta sentimen emosional, lembaga tersebut berhasil menggali pandangan yang sangat pribadi dan emosional dari kalangan muda terkait isu-isu yang menjadi fondasi utama dalam pembentukan keluarga, yakni pernikahan, kelahiran, dan tanggung jawab sebagai orang tua.

Dari sisi analisis sentimen, lebih dari 60 persen unggahan yang berkaitan dengan topik-topik tersebut secara eksplisit mengekspresikan emosi negatif. Di mana pada topik pernikahan saja, emosi yang paling dominan adalah kesedihan sebesar 32,3 persen, disusul oleh rasa takut sebesar 24,6 persen, serta rasa jijik sebesar 10,2 persen, menjadikan total 67,1 persen unggahan mencerminkan sentimen negatif yang kuat terhadap institusi pernikahan itu sendiri.

Sementara itu, dalam unggahan yang menyinggung kelahiran anak, rasa jijik muncul sebagai emosi yang paling dominan dengan persentase 23,8 persen, diikuti rasa takut sebesar 21,3 persen dan kesedihan sebesar 15,3 persen. Unggahan mengenai pengasuhan anak pun tidak jauh berbeda, dengan emosi kesedihan mendominasi sebesar 32 persen, dan rasa takut serta rasa jijik masing-masing sebesar 23,2 persen dan 13,4 persen.

Sebaliknya, ekspresi yang dikategorikan sebagai kebahagiaan dalam diskusi-diskusi tersebut sangat minim, hanya mencapai 9,3 persen untuk topik pernikahan, 7,4 persen untuk kelahiran, dan 13,1 persen untuk pengasuhan anak, yang secara keseluruhan menunjukkan bahwa persepsi negatif terhadap pembentukan keluarga di kalangan generasi muda bukan hanya marak, melainkan juga mengakar dalam struktur pemikiran sosial mereka.

Dalam analisis kata kunci, ditemukan bahwa faktor ekonomi tetap menjadi pertimbangan utama di balik ketidaknyamanan ini. Terlihat dari kata uang yang paling banyak muncul dalam diskusi seputar pernikahan, yaitu sebesar 28,9 persen, dan juga muncul dalam 13,2 persen unggahan mengenai kelahiran anak.

Kata rumah, yang mewakili masalah perumahan, juga sering ditemukan, yakni pada 18,7 persen diskusi pengasuhan anak dan 29 persen percakapan tentang cuti orang tua, yang menandakan bahwa ketidakstabilan ekonomi dan masalah tempat tinggal menjadi kekhawatiran besar dalam pengambilan keputusan untuk berkeluarga.

Lebih lanjut, dari segi analisis topik, unggahan mengenai pengasuhan anak terbagi dalam dua fokus besar, yakni 69,6 persen membahas peran orang tua dalam rumah tangga dan dinamika pengasuhan anak secara langsung, sementara 30,4 persen menyoroti persoalan dukungan kebijakan dari tempat kerja serta tantangan manajemen karier.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *