loading…
Ekonom menilai kenaikan UMP tahun depan masih terlalu kecil tak sepadan dengan kenaikan harga barang dan jasa. FOTO
“Secara spesifik efek naiknya tarif PPN 12% disertai inflasi barang jasa bisa menambah pengeluaran pekerja sebesar Rp357.000 tiap bulannya. Kenaikan upah minimum hanya 6,5% belum mampu mengkompensasi naiknya berbagai harga kebutuhan pekerja,” jelas Bhima.
Berdasarkan hitungan CELIOS, lanjut Bhima, idealnya UMP naik di atas 8,7-10% karena bisa mendorong PDB hingga Rp106,3 hingga Rp122 triliun.
“Jika ingin mendorong sisi permintaan domestik maka upah minimum perlu dinaikkan lebih tinggi lagi. Logika-nya dengan kenaikan upah minimum yang lebih baik dari formulasi UU Cipta Kerja maka buruh punya daya beli tambahan, uangnya akan langsung memutar ekonomi. Prabowo kan belum menuangkan dalam aturan pemerintah, jadi masih ada waktu merevisi lagi lah,” jelasnya.
Dia juga menyoroti soa UU Cipta Kerja yang dibatalkan MK, formula upah minimum menjadi lebih kecil dari aturan sebelumnya. “Angka 6,5% jauh dari cukup dan pemerintah diminta transparan soal formulasi upah minimum,” kata dia.
Dihubungi terpisah, Chief Economist BCA, David Sumual menilai kenaikan upah ini akan memberikan tantangan ke inflasi di tahun depan dan mendorong daya beli.
“Saya pikir positif buat pengusaha maupun pekerja. Inflasi diproyeksikan di bawah ekspektasi sekitar 1,5% di 2025. Harapannya kenaikan UMP akan dorong daya beli masyarakat,” kata David.
(nng)