Tol Laut Pelni Tak Sekadar Turunkan Biaya Logistik



loading…

Dengan visi tol laut, ada asa besar menurunkan biaya logistik dan meningkatkan pemerataan ekonomi, serta mempermudah mobilitas masyarakat di wilayah 3TP, dan mobilitas masyarakat antarpulau. Foto/Dok

JAKARTABiaya logistik yang mahal dan konektivitas antarwilayah yang masih terbatas menjadi salah satu persoalan nasional di masa lalu. Sebagai negara kepulauan yang memiliki 17.504 pulau, tentu moda transportasi laut menjadi tulang punggung konektvitas antarpulau. Namun dengan hanya 3.000 pelabuhan resmi yang beroperasi melayani kapal-kapal yang sandar, moda transportasi laut masih menghadapi banyak tantangan.

Tak salah jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin mengembalikan kejayaan sektor maritim Tanah Air dengan visi Tol Lautnya satu dekade silam. Dalam berbagai kesempatan, Presiden Jokowi menegaskan perlu solusi untuk menyelesaikan persoalan ketimpangan ekonomi antara wilayah barat dan timur Indonesia. Ibarat jurang, ketimpangannya terlalu dalam.

Selain pendapatan masyarakat yang tak merata karena kondisi perekonomian di setiap daerah berbeda, harga-harga barang di wilayah timur Indonesia di masa lalu, jauh lebih mahal dibandingkan harga di wilayah barat. Karenanya, dengan visi tol laut tersebut, Presiden Jokowi menaruh asa besar menurunkan biaya logistik dan meningkatkan pemerataan ekonomi, serta mempermudah mobilitas masyarakat di wilayah Tertinggal, Terpencil, Terluar dan Perbatasan (3TP), dan mobilitas masyarakat antarpulau dengan menggunakan angkutan laut dengan biaya yang murah.

Raul Soamole tampak berbincang santai di lantai dua ruang tunggu Terminal Penumpang Nusantara, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Pemuda berusia 24 tahun yang pernah bersekolah di SMK Yapis Fakfak itu hendak melakukan perjalanan menuju kepulauan Bangka.

Bersama lima orang kerabatnya, Raul akan berlayar menggunakan KM Sawita. Sayup-sayup dari mulut kerabat Raul, terdengar lagu ciptaan Saridjah Niung atau yang dikenal dengan Ibu Soed berjudul Nenek Moyangku Seorang Pelaut yang populer itu.

Lagu yang menggambarkan bagaimana nenek moyang bangsa Indonesia mengarungi samudera dengan gagah berani, dan menggambarkan kejayaan bangsa Indonesia di sektor maritim itu seolah tak lekang oleh waktu.

“Kapal akan berangkat sekitar jam sembilan malam. Kami datang lebih cepat agar tak terburu-buru masuk kapal,” ujarnya kepada SINDONews, Kamis (12/7/2024).

Raul dan lima kerabatnya hendak mengadu nasib ke Bangka setelah tiga bulan bekerja di Bekasi, bersama komunitas pendatang dari Distrik Fakfak, Papua Barat. “Mencoba mencari pekerjaan di Bangka, karena kami berenam dulunya bekerja sebagai nelayan,” ujarnya.

Rahul berkisah, mereka memilih menggunakan moda transportasi laut yang dilayani PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) atau Pelni lantaran biaya transportasi yang harus dirogohnya tak begitu besar.

Raul menyebutkan, tiga bulan silam, dari Fakfak ke Jakarta, mereka hanya menngeluarkan biaya sekitar Rp1 juta per orang. Sedangkan perjalanan dari Jakarta ke pulau Bangka, total Rp2,1 juta untuk enam orang. “Di atas kapal, kami mendapatkan tiga kali makan,” paparnya.

Raul pun mengaku terkesan dengan layanan yang dihadirkan Pelni. Selain menu makanan yang beragam, fasilitas di dek juga lebih baik dibandingkan di masa lalu. “Kondisinya berubah total, sekarang kapal Pelni bersih,”ujarnya.

Bagi masyarakat yang berasal dari kawasan timur Indonesia, kapal-kapal Pelni memberikan harapan bagi mereka untuk bisa mengakses wilayah yang lebih maju. Tak hanya itu bagi masyarakat kepulauan, hadirnya Pelni membuat akses terhadap beragam barang kebutuhan semakin mudah.

“Karena ada kapal-kapal tol laut, bahan baku dari Jawa dan Makassar cepat datang. Harganya pun sekarang lebih murah,” ungkap Alfred Lim, pemilik Restoran Sahara Jetty di pulau Doom, Sorong, Papua Barat Daya kepada SINDOnews beberapa waktu lalu.

Alfred pun kerap melakukan perjalanan menggunakan kapal Pelni menuju Manokwari pergi pulang. “Menggunakan jalan darat waktu tempuh lama. Menggunakan pesawat, tarifnya mahal. Jadi pilih Pelni, karena mudah dan waktu tempuh hanya sekitar delapan jam,” paparnya.

Senada dengan Alfred, Muhammad Nur Masamber (63) dan Ahad Sakka (70) pengurus BUMDes Arar Berdikari di Kampung Arar, Sorong mengatakan dengan beragam barang kebutuhan yang semakin mudah di akses, kehidupan warga di kampung Arar semakin dinamis. Jauh dari kesan terbelakang meskipun berada di kawasan terpencil.

“Masyarakat menjadi mudah untuk menjalankan beragam aktivitas, barnag keperluan sehari-hari mudah didapat,” tutur Masamber.

Ada perubahan kehidupan dibandingkan sebelum kampung di pulau terpencil itu terkoneksi dengan “dunia luar” melalui angkutan laut. “Ekonomi bergerak, kualitas pendidikan anak-anak semakin meningkat,” imbuh Sakka.

Tol Laut merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menyediakan jaringan angkutan laut secara teratur. Upaya tersebut akan dicapai melalui penyelenggaraan pelayanan angkutan laut yang didukung peningkatan fasilitas kepelabuhanan yang prima. Salah satunya dengan melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni Pelni.

Program tol laut ini dirancang tak hanya sekadar konektivitas wilayah barat dan timur Indonesia saja, namun lebih dari itu. Salah satu misi besarnya adalah pemerataan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat di seluruh Nusantara.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *