Sri Mulyani Siapkan APBN 2025 Era Prabowo, Pakar: Kebanyakan Program Pengeluaran



loading…

Menkeu Sri Mulyani telah menyiapkan RAPBN 2025 untuk dijalankan pemerintahan Prabowo-Gibran, yang menurut Peneliti Makro Ekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB, Teuku Riefky merupakan hal lumrah. Foto/Dok

JAKARTA – Menteri Keuangan atau Menkeu Sri Mulyani menjadi sorotan setelah mengumumkan telah menyiapkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau APBN 2025 untuk dijalankan pemerintahan Prabowo -Gibran dengan membidik pertumbuhan ekonomi di rentang 5,1% hingga 5,5% dan defisit anggaran 2,45-2,82% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Menurut Peneliti Makro Ekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB, Teuku Riefky, apa yang dilakukan Menkeu merupakan hal yang lumrah dilakukan di masa transisi pergantian kepemimpinan, di mana di era-era sebelumnya pun penyiapan anggaran untuk pemerintahan baru telah berulangkali dilakukan.

“Jadi kalau kita bicara terkait APBN transisi sebetulnya memang ini adalah aktivitas atau kegiatan yang selalu dilakukan saat memang terjadi pergantian pemerintahan,” kata Riefky dalam program Market Review yang ditayangkan di YouTube IDX Channel, Selasa (21/5/2024).

“Sama misalnya seperti di tahun 2014 saat kemudian pemerintahan berganti dari era SBY ke era Jokowi. Jadi memang transisi dari APBN terhadap pemerintahan baru ini merupakan merupakan event yang cukup berulang dilakukan,” lanjutnya.

Riefky mengungkap, penyiapan APBN dilakukan guna mengakomodir program-program yang rencananya akan dijalankan oleh pemerintahan berikutnya. Terlebih menurutnya, Presiden terpilih Prabowo Subianto juga telah mencanangkan beberapa program yang membutuhkan biaya besar.

“Kita tahu paling tidak sejauh ini walaupun belum secara formal menjabat nanti dan menuangkan programnya dalam APBN, kita sudah melihat misalnya beberapa program yang dicanangkan oleh Prabowo dan Gibran, di mana kebanyakan ini program dari pengeluaran, kalau kita bicara aspek fiskal,” ujar Riefky.

“Sehingga kemudian perlu ada perluasan atau pelebaran ruang fiskal untuk kemudian mengakomodir berbagai rencana-rencana program tersebut. Nah ini yang implikasinya kita melihat dari pelebaran defisit APBN,” tambahnya.

Riefky menilai, pelebaran defisit APBN sendiri masih di bawah 3%. Dengan begitu, masih di bawah batas mandat defisit APBN sehingga sebetulnya tidak ada masalah. Namun yang perlu diperhatikan adalah defisit harus terus dijaga dan terus dipertahankan meski terjadi pergantian rezim.

“Jadi kalau kita bicara terkait dengan spending sebetulnya spending yang makin besar ini tentu akan memiliki dampak multiplayer terhadap perekonomian. Cuman memang defisit 3% atau limit defisit 3% ini perlu terus dijaga agar kemudian defisit fiskal kita bisa terus dipertahankan walaupun memang terjadi pergantian rezim,” tutur Riefky.

“Jadi ini sebetulnya perluasan defisit fiskal untuk mengakomotif potensi-potensi program yang akan masuk, namun tetap dalam koridor yang prudent dari sisi fiskal,” pungkasnya.

(akr)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *