Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

SPKS Dorong Pemerintah Turunkan Pajak Ekspor dan Pungutan Ekspor Sawit



loading…

Ketua Umum SPKS Sabarudin mendorong pemerintah menurunkan besaran Pajak Ekspor (Bea Keluar/BK) dan Pungutan Ekspor (PE) CPO dan produk turunannya (Dana BPDPKS) menjadi 0%. Foto/Dok. SindoNews

JAKARTA – Serikat Petani Kelapa Sawit ( SPKS ) mendorong pemerintah menurunkan besaran Pajak Ekspor (Bea Keluar/BK) dan Pungutan Ekspor (PE) CPO dan produk turunannya (Dana BPDPKS) menjadi 0%. Besaran BK dan PE akan berakibat langsung terhadap turunnya daya saing industri sawit dan produk turunannya asal Indonesia di pasar global secara keseluruhan.

“Sebaiknya Pemerintah Indonesia menjaga dan melindungi industri minyak sawit dan produk turunannya secara holistik, sehingga tetap memiliki daya saing kuat sebagai primadona pasar minyak nabati dunia,” kata Ketua Umum SPKS Sabarudin dalam siaran pers, Rabu (9/4/2025).

Menurutnya, keberadaan BK dan PE akan makin memperberat kondisi ekonomi perkebunan kelapa sawit milik petani, karena kian mendapat distorsi berat karena terkena dampak pajak impor 32% yang diterapkan Presiden Donald Trump . Kondisi perdagangan pasar dunia dari beberapa pakar ekonomi, juga menggambarkan akan adanya gelombang badai ekonomi global akibat penerapan tarif dagang tinggi yang dilakukan Trump.

Akibatnya, dampak langsung akan dirasakan petani kelapa sawit di Indonesia. Hasil panen berupa Tandan Buah Segar (TBS) sawit akan pula terdampak harga jualnya. Lantaran, berdasarkan hukum ekonomi pasar, setiap beban baru yang dikenakan, akan terus terdistribusi hingga mata rantai yang paling lemah. “Posisi paling lemah sepanjang mata rantai produksi minyak sawit secara umum berada di pihak petani kelapa sawit,” jelasnya.

Oleh karenanya SPKS meminta pemerintah untuk menurunkan BK dan PE terhadap CPO dan produk turunannya bisa diturunkan menjadi 0%. Sambil terus memperhatikan gejolak ekonomi yang akan timbul akibat penerapan tarif dagang baru Amerika Serikat ini.

“Kondisi perdagangan dunia, selama ini selalu berdiskusi mengenai hambatan perdagangan seperti tarif dan non tarif. Tapi dengan adanya penerapan tarif dagang baru yang sangat besar, seolah-olah meniadakan semua perundingan dagang yang telah dilakukan selama ini,” jelasnya.

SPKS memperkirakan adanya keputusan tarif dagang Presiden Trump juga akan mendistorsi permintaan CPO dan produk turunan sehingga akan menurunkan harga jual TBS hasil panen petani. Diperkirakan harga akan turun berkisar 2 hingga 3% atau sekitar Rp60-100 per kg TBS. Turunnya harga jual petani, tentu akan terbantu dengan diturunkannya BK dan PE hinga 0%, sehingga harga jual TBS hasil panen petani akan stabil.

SPKS juga mengingatkan akan kerja-kerja petani yang sudah lama dilakukan dalam menerapkan praktik budidaya terbaik dan berkelanjutan guna mendorong terbukanya pasar baru di pasar global. Usaha petani ini, harusnya mendapat dukungan dari pemerintah, guna menerapkan mandatori Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagai landasan pengembangan perkebunan kelapa sawit Indonesia.

Kondisi perkebunan kelapa sawit sendiri telah melakukan banyak perubahan. Melalui penerapan praktik budidaya terbaik dan berkelanjutan, di mana pemeliharaan tanaman perkebunan, menjadi konsen dari setiap usaha yang dilakukan. Melalui penerapan prinsip dan kriteria berkelanjutan, maka kebutuhan biaya pemeliharaan perkebunan kelapa sawit juga kian meningkat dewasa ini.

Pentingnya penurunan BK dan PE menjadi 0%, menurut Sabarudin, juga dibutuhkan secepat mungkin. Di sisi lain, Pemerintah juga perlu mengawasi perdagangan berbagai sektor barang dan jasa lainnya, sebagai pendukung perkebunan kelapa sawit, seperti pupuk dan sarana prasarana tidak naik harga jualnya.

Melalui antisipasi sedini mungkin ini, SPKS berharap akan kondusifitas perkebunan kelapa sawit akan tetap terjaga keberlangsungannya. Kondisi ini sangat penting bagi petani kelapa sawit, supaya kinerja perkebunan kelapa sawit bisa terus meningkatkan produktivitasnya sehingga dapat membantu negara menghasilkan devisa dari penjualan CPO dan produk turunannya.

Kondusifitas juga akan mendukung program ketahanan pangan dan energi yang dilakukan Presiden Prabowo, dengan mendorong partisipasi aktif dari suplai pasokan bahan baku CPO dari kebun petani kelapa sawit, sehingga masyarakat memiliki kemandirian ekonomi. “Petani kelapa sawit dapat berdiri diatas kakinya sendiri dan bekerja keras membantu pemerintah menyuplai kebutuhan pangan dan energi dalam negeri,” ungkapnya.

(poe)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *