Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Siap-siap, OJK Bakal Atur Influencer Keuangan Wajib Tersertifikasi



loading…

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengatur influencer keuangan yang semakin marak di media sosial. FOTO/dok.SINDOnews

JAKARTA – Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) Friderica Widyasari Dewi menyoroti fenomena financial influencer (finfluencer) yang semakin marak di media sosial. Kiki, sapaan akrabnya, mengakui banyak di antara mereka tidak memiliki latar belakang keuangan yang mumpuni, tetapi memberikan rekomendasi investasi atau produk jasa keuangan.

Namun, disadari sisi positifnya, bahwa jangkauan finfluencer dan hubungan parasosial yang terbentuk antara pemengaruh dengan pengikutnya dapat memberikan dampak yang positif dalam aktivitas edukasi keuangan.

“Banyak sekali contohnya orang yang tidak punya background, yang tidak mumpuni, tiba-tiba menjadi finfluencer, kemudian mempengaruhi masyarakat untuk melakukan suatu ketindakan tertentu,” kata Kiki saat ditemui di Gedung OJK, Jakarta Pusat, Selasa (11/3).

Bukan tanpa alasan regulator mencemaskan hal itu. Kiki menyebut pihaknya menemukan sejumlah fakta bahwa beberapa influencer berpura-pura sebagai pengguna produk, padahal mereka sebenarnya mendapat komisi dari pihak tertentu.

“Jadi seolah dia (influencer) independen mengatakan bahwa saya menggunakan produk ini, saya udah untung, ayo masyarakat ini bagus dan lain-lain. Tapi ternyata sebenarnya ini orang dibayar, atau punya kepentingan oleh perusahaan untuk kemudian memasakkan produk ini dengan kata-kata yang bombastis dan lain-lain,” jelasnya.

Sebagai jalan tengah, OJK mempertimbangkan sejumlah skema pengaturan terhadap legalitas influencer keuangan. Dua skema yang saat ini menjadi konsen OJK antara lain sertifikasi bagi finfluencer, sebagai legitimasi atas kompetensi dalam mempromosikan produk keuangan. Kemudian juga inisiatif regulator untuk membekukan (freeze) kanal influencer.

“Sekarang saat ini kita sedang menggodok itu, hopefully semester 2 tahun ini akan selesai,” tegasnya.

(nng)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *