Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Serikat Pekerja Wanti-wanti PP 28/2024 Bisa Tekan Industri Tembakau dan Picu PHK Massal



loading…

Serikat pekerja menyoroti aturan penjualan rokok yang merupakan turunan dari PP 28/2024, lantaran dinilai berpotensi menekan industri hasil tembakau. Foto/Dok

JAKARTA – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi menyoroti, aturan penjualan rokok yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024). Salah satu industri yang terdampak yakni industri hasil tembakau yang mempekerjakan jutaan orang.

Ristadi menjelaskan bahwa PP 28/2024 dapat menekan berbagai sektor industri di Tanah Air, seperti industri hasil tembakau hingga industri makanan dan minuman. Hal ini tentu akan berdampak pada nasib para pekerja di industri tersebut.

“Misalnya di industri rokok (tembakau), jika terjadi penurunan produksi rokok, efisiensi akan dilakukan, bahkan PHK tidak bisa dihindarkan. Ini adalah kekhawatiran yang muncul di benak pengusaha-pengusaha rokok (tembakau),” ujarnya.

Pasal tentang pembatasan kandungan gula, garam, lemak (GGL) serta pembatasan zona penjualan dan iklan rokok yang diatur dalam PP 28/2024 dinilai tidak relevan untuk diimplementasikan. Kebijakan tersebut dinilai bias dan berpotensi bermasalah dalam pelaksanaannya.

Ristadi juga menyinggung, pernyataan pemerintah dalam acara Sarasehan Ekonomi beberapa waktu lalu. Dalam kesempatan itu, pemerintah mengklaim bahwa investasi yang masuk ke Indonesia membuka penyerapan tenaga kerja yang jauh lebih besar daripada PHK. Namun, fakta di lapangan menunjukkan berbeda, karena beberapa pihak sering kali menutup data PHK dengan alasan tertentu.

Selain itu, lanjut dia, penyerapan tenaga kerja hanya terjadi pada “fresh graduate”, bukan menyasar pihak-pihak yang terkena PHK. Jika PHK ini terjadi, yang didominasi tenaga kerja lanjut usia, maka akan menambah angka pengangguran.

“Jika pekerja-pekerja di industri tersebut terkena PHK, mengingat usianya yang sudah tidak muda lagi,” katanya.

Secara spesifik, Ristadi menyoroti industri hasil tembakau yang telah berkontribusi besar bagi negara. Menurutnya, akan terjadi kerugian ekonomi yang akan ditanggung oleh pengusaha-pengusaha di sektor ini dan akan mempersempit ruang penyerapan tenaga kerja, sehingga potensi angka pengangguran semakin bertambah.

Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa pendapatan negara akan turut terdampak akibat kebijakan tersebut. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), kontribusi industri hasil tembakau mencapai 4,22% dari Produk Domestik Bruto (PDB).



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *