Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Serikat Pekerja Tembakau Kembali Suarakan Tolak Bungkus Rokok Polos



loading…

Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia menegaskan sikap soal aturan untuk menghilangkan identitas merek dari kemasan rokok. Foto/Dok

JAKARTA – Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM–SPSI) kembali menegaskan sikap menolak keras dan kecewa atas upaya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang bersikukuh mendorong aturan untuk menghilangkan identitas merek dari kemasan rokok lewat Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (PP 28/2024).

Perkembangan terbaru, Kemenkes telah melakukan modifikasi terhadap Rancangan Permenkes tersebut, namun tidak mengakomodasi masukan dari serikat pekerja dan tetap mendorong klausul penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek.

Ketua Umum FSP RTMM–SPSI, Sudarto AS menyatakan, penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek merupakan pelanggaran terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Identitas merek yang telah mendapatkan sertifikat HAKI merupakan bentuk perlindungan hukum pada pelaku usaha untuk melindungi produk dan identitas mereknya.

“Kami kecewa karena Kemenkes sama sekali tidak mau mendengarkan masukan dan terus memaksakan aturan restriktif pada industri hasil tembakau. Perjuangan dan suara kami para pekerja yang terdampak langsung sama tidak dianggap dan diterima sama sekali,” terang Sudarto melalui keterangan pers di Jakarta.

Sebelumnya, FSP RTMM–SPSI telah melakukan aksi unjuk rasa dan akhirnya diterima untuk berdiskusi di kantor Kemenkes. Pihaknya sudah memberikan penjelasan terkait dampak yang akan dihadapi oleh pekerja tembakau jika penyeragaman terhadap kemasan rokok diberlakukan.

Kemenkes tetap memasukkan pasal–pasal yang mewajibkan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek. Dalam rancangan terbaru, kemasan rokok seolah diperkenankan menuliskan merek dan mencantumkan logo. Hanya saja, identitas merek seperti huruf, warna, dan berbagai ciri khas lainnya diwajibkan untuk diseragamkan sehingga tidak ada pembeda antara satu merek dengan merek lainnya.

Sudarto menegaskan, bahwa aturan ini sangat dipaksakan dan terburu–buru dalam proses formulasi, terlebih saat pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang baru dilantik beberapa hari ini. Aturan kemasan rokok tanpa identitas merek ini tidak hanya mengancam industri rokok, tetapi juga pada sektor tembakau yang berkaitan mulai dari hulu yaitu petani tembakau dan cengkih serta pekerja, hingga hilirnya yaitu pedagang ritel.

“Aturan ini menimbulkan polemik dan tidak sesuai dengan Asta Cita Prabowo-Gibran yang mencanangkan target pertumbuhan ekonomi di 8%, hilirisasi industri, dan penciptaan lapangan kerja karena aturan ini justru akan menekan ekonomi sektor pertembakauan hingga ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) yang besar,” Sudarto.

Sudarto menyayangkan, aturan ini jauh melenceng dan tidak sesuai dengan mandat Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU 17/2023) khususnya terkait penerapan graphic health warning (GHW) sebesar 50% pada kemasan rokok.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *