loading…
Seminar Dampak Hukum, Sosial dan Ekonomi Bagi Masyarakat Bangka Belitung Akibat Perkara Korupsi Tata Niaga Timah di Wilayah IUP PT Timah Tbk Tahun 2015-2022 di Pangkalpinang, Jumat (14/2/2025). Foto/Dok. SINDOnews
Hal ini terungkap dalam diskusi bertajuk Seminar Dampak Hukum, Sosial dan Ekonomi Bagi Masyarakat Bangka Belitung Akibat Perkara Korupsi Tata Niaga Timah di Wilayah IUP PT Timah Tbk Tahun 2015-2022. Acara ini digelar Ikatan Alumni Universitas Bangka Belitung di Pangkalpinang, Jumat (14/2/2025).
Ketua Pelaksana diskusi, Kevin Samuel Walker Sembiring menyampaikan problem yang sampai saat ini belum mampu diselesaikan pemerintah pusat atau daerah adalah banyaknya penambangan liar yang dilakukan masyarakat di dalam IUP PT Timah Tbk. Baik di dalam kawasan hutan ataupun di non kawasan hutan.
“Polemik tata niaga timah di Bangka Belitung akibat timah illegal telah jadi permasalahan sebelum kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT. Timah Tbk terjadi dan hal ini telah menjadi perhatian Presiden R.I Joko Widodo saat itu,” kata Kevin.
Melansir website ESDM kala itu, menurut Kevin, negara disebut kehilangan pendapatan Rp58,080 triliun. Maka Presiden Joko Widodo saat itu menekankan pentingnya tata-kelola timah agar ekspor ilegal berkurang serta rakyat menjadi terlindungi. Maka, Menteri BUMN menugaskan PT Timah (Persero) Tbk bermitra dengan pertambangan timah rakyat dan menyerap produksinya serta meningkatkan kemampuan untuk membentuk stok timah dalam rangka mengendalikan harga.
Tak hanya itu gubernur dan pemerintah pusat dipesan untuk mempelajari kemungkinan memberikan izin usaha penambangan timah oleh rakyat yang telah ada. Terutama di laut dan di lokasi usaha pertambangan yang telah berakhir.
Pada 2018, PT Timah menggandeng 5 perusahaan smelter lokal dengan perjanjian sewa menyewa untuk pemurnian dan penglogaman. ”Dan PT Timah Tbk benar-benar menjadi pemasok timah No 1 di dunia setelah Cina, dan dari kerjasama ini telah memberikan pemasukkan kepada negara selama 4 tahun yakni tahun 2018 pemasukan negara diberikan PT Timah berkisar Rp818,7 miliar, kemudian tahun 2019 (Rp 1,2 triliun), tahun 2020 (Rp677,9 miliar) dan tahun 2021 (Rp776,657 mililar),” ujarnya.
Namun karena tak ada regulasi yang jelas bagaimana pertambangan timah rakyat dapat bermitra dengan PT Timah Tbk untuk menyerap produksi bijih timah, tutur Kevin, penyidik Kejaksaan Agung kemudian menjerat kelima smelter tersebut dengan tindak pidana korupsi. Kemahalan harga sewa smelter oleh PT Timah sebesar Rp2,285 triliun dan pembayaran bijih timah ilegal oleh PT Timah kepada mitra tambang PT Timah sebesar Rp26,649 triliun jadi rincian nilai kerugian negara.
Bahkan ada pula kerugian keuangan negara karena kerusakan lingkungan yang dihitung Prof Bambang ini sebesar Rp 271,069 triliun. Proses hukum dalam perkara ini seluruhnya telah divonis di persidangan.
”Sejak kasus ini bergulir dampak negatif bagi masyarakat Bangka Belitung dari aspek hukum, sosial dan ekonomi terus dirasakan, oleh karenanya kami menggelar untuk memberikan gambaran dari akademisi, ahli, dan tokoh masyarakat agar dapat menjadi masukkan yang berguna bagi semua kalangan,” paparnya.