loading…
Program makan bergizi gratis yang diusung oleh Presiden Indonesia terpilih Prabowo Subianto, membuat investor waswas terkait keuangan Indonesia. Foto/Dok
Penggunaan uang negara sebesar Rp71 triliun yang diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk makan bergizi gratis dikhawatirkan bisa mengganggu fiskal negara. Sementara itu Prabowo dan timnya terus mencoba menyakinkan, program makan bergizi gratis tidak akan memicu pemborosan fiskal.
Tim Prabowo juga kerap mengatakan kepada pelaku pasar bahwa pemerintah yang akan datang sangat menghormati batas utang dan bakal membatasi defisit anggaran sebesar 3% dari target ekonomi.
Akan tetapi pengeluaran besar yang membayangi APBN telah meresahkan, saat pasar sudah terbiasa dengan stabilitas dan pengakuan atas kehati-hatian fiskal di bawah Menteri Keuangan saat ini Sri Mulyani Indrawati
Imbal hasil obligasi telah meningkat dan nilai rupiah telah terdepresiasi, meskipun pelemahan mata uang sebagian besar disebabkan oleh dolar AS (USD) yang tangguh.
“Pada dasarnya bahwa ini lebih merupakan kebisingan saat ini, tetapi kami melihat ada potensi peningkatan risiko fiskal dan karenanya pasar mungkin membutuhkan lebih banyak premi risiko pada obligasi pemerintah Indonesia,” kata Jenny Zeng, chief investment officer for APAC fixed income di Allianz seperti dilansir Reuters, Senin (8/7/2024)
“Juga ada risiko lain karena ada pergantian menteri,” kata Zeng, mengacu pada ketidakpastian tentang siapa yang akan menggantikan posisi mantan direktur pelaksana Bank Dunia, Sri Mulyani.
Seorang bankir di pemberi pinjaman China di Indonesia mengatakan, kekhawatiran fiskal telah mendorongnya untuk memindahkan sekitar 30% dari portofolionya ke instrumen tenor rendah, termasuk diversifikasi ke surat berharga jangka pendek berdenominasi rupiah (SRBI) yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
Sebagai informasi Prabowo memenangkan pemilihan presiden pada bulan Februari, tetapi baru akan menjabat pada bulan Oktober. Rencana makan gratisnya yang diperkirakan bakal menelan biaya Rp71 triliun hanya pada tahun 2025 saja, bisa memicu kekhawatiran.
Beberapa investor melihat belanja Indonesia bakal lebih banyak dalam upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi 8%. Namun ada kegelisahan mengenai berapa banyak uang yang ingin dikeluarkan Prabowo untuk program-programnya, dan apakah ia akan memotong subsidi bahan bakar serta investasi lainnya untuk menyeimbangkan pembukuan.