Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

PPN 12% Sudah Berlaku, Awas! Berdampak ke Harga Tiket Pesawat Tahun 2025



loading…

Pengamat penerbangan sekaligus analis independen bisnis penerbangan nasional, Gatot Rahardjo menilai, penerapan tarif PPN 12% pada tahun 2025 akan berdampak langsung pada harga tiket peswat. Foto/Dok

JAKARTA – Pengamat penerbangan sekaligus analis independen bisnis penerbangan nasional, Gatot Rahardjo menilai, penerapan tarif PPN 12% pada tahun 2025 akan berdampak langsung pada harga tiket peswat .

Gatot menjelaskan, meski pesawat terbang masuk dalam golongan transportasi umum , namun di sisi lain sektor transportasi udara juga masuk dalam kategori barang mewah. Hal ini membuat banyaknya komponen pajak yang dikenakan pada industri tersebut.

“Kalau itu tidak dianggap barang mewah (pesawat terbang), misalnya sama seperti transportasi darat dan laut, itu bisa murah (harga tiket), karena pajak-pajaknya, PPN tiket kan tidak ada, bahan bakar juga subsidi,” ujarnya saat dihubungi MNC Portal, Jumat (3/12/2024).

Belum lagi, Gatot mengungkapkan saat ini industri penerbangan sendiri cukup kental dengan transaksi dengan negara asing. Bahkan seluruh transaksi yang dilakukan ternilai impor dan ekspor.

Misalnya, untuk melakukan perawatan mesin pesawat yang harus dilakukan di luar negeri, maka pengirimannya dinilai ekspor. Ketika perbaikan telah rampung, maka barang yang masuk akan dinilai impor, meski barang yang sama.

“Di penerbangan itu banyak banget impor, dan impornya tuh bukan seperti kita impor barang itu. Kadang-kadang kan kita memperbaiki mesin, kita kirimnya mungkin ke Malaysia, itu dinilai ekspor, terus begitu mesinnya balik lagi waktu Indonesia itu di hitung impor,” tambahnya.

Faktor-faktor tersebut yang membedakan sektor transportasi umum angkutan udara dibandingkan angkutan lainnya. Sehingga menurutnya, banyak pajak yang dibebankan untuk sektor transportasi udara karena dianggap barang mewah.

“Ini yang PPN 12% aja, itukan katanya transportasi umum (dibebaskan), nah itu benar enggak transportasi umum? Selama ini pesawat itu masuk transportasi umum apa enggak? selama ini kan enggak. Karena aturannya transportasi umum, darat dan laut,” kata Gatot.

“Jadi kan kalau memang itu dikenakan PPN 12%, itu kan langsung. Karena PPN itu dia di di luar tarif. Tarifnya kan tetap nih, berarti kalau ada PPN ya sudah pasti akan naik,” pungkasnya.

(akr)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *